Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2014

Saya (bangga) Orang Madura *

O leh Set Wahedi Kaummudapergerakan-Sumenep . Syahdan, lelaki itu gugup dan gemetar menginjakkan kakinya di tanah luar tumpah darahnya. Tak hanya keasingan yang menyergap. Seribu bayangan berkelebat. Mereka menyeringaikan gigi tajam. Mereka membisikkan doa dan mantra, serta kutukan. Mereka yang bernama domba-domba kemanusiaan dan kebudayaan. Bertahun, lelaki itu terkurung dalam seringai domba kebudayaan. Sekadar menyebut nama, apalagi tanah kelahiran, dia begitu gemetaran. Dirinya takut dihujat. Dijauhi. Dipandang sinis. Dan yang paling ditakutinya, dirinya diolok-olok: wuih, para pembunuh. Lelaki itu lahir di abad elektronik yang berguncang. Dia sendiri belum paham kenapa kelebat bayangan itu mencekam. Mereka seperti bayang-bayang dirinya. Seperti siaran televisi yang mengeksodus ke sel-sel rumah. Sel-sel otak. Lelaki itu tumbuh tanpa ingatan. Kini, dia mesti mencari dan mengabarkannya. *** Suatu malam dia melenguh. Di tangannya buku ‘Mata Blater’ memandangnya

Seperti Bunga

O leh Yousi Mariyaningsih Kaummudapergerakan-Karang Anyar . Dalam kehidupan seorang wanita tidaklah mudah menjalaninya. Wanita diibaratkan sebuah berlian. Sangat mahal harganya. Tapi sayang sekali di tahun 2014 ini, wanita dianggap remeh oleh laki-laki. Wanita sekarang mudah dirayu laki-laki. Maka, dari sebuah berlian yang sangat mahal harganya, telah menjadi sebuah perak yang sangat tidak ada keistimewannya. Di kehidupan, seorang wanita bak sekuntum bunga. Jika bunga itu disiram, dirawat dengan baik, maka bunga itu akan tumbuh menjadi bunga yang cantik, indah, menarik dan istimewa. Tapi jika sebaliknya, bunga tersebut selalu tersentuh oleh tangan manusia, maka bunga itu akan layu. Apalagi sampai dipetik, bunga itu akan mati. Selamanya tidak akan kembali hidup. Bunga yang rusak, layu, apalagi mati tidak akan pernah dilihat orang lagi. Malah akan dibuang sebagai sampah. *siswa SMAN 1 Kalianget dan Magarsari Desa Karang Anyar

Jam Karet vs On Time

O leh Muslimatul Maghfirah Kaummudapergerakan-Sumenep . P agi masih buta . T api aku sangat terburu waktu itu. Biasalah , hari itu aku a kan berangkat ke M alang bersama teman-teman sekolah . A ku, M bak S ulis, M b a k G aya, A ldo, S upri, M igdat, I van dan lainnya. Janjinya noh jam setenga h 5 sudah berangkat . T api nyatanya baru jam setengah 6 baru berangkat. Hmm , jam karet , kata itu yang ingin aku rubah menjadi on time . Y ap benar, tepat waktu . Masalah sepele , jika di p ikirkan . T api untuk sebagian orang itu mungkin hal yang serius.Tidak perlu melihat Indonesia atau negara manapun . C ukup kita awali dari sekolahku saja. Di sekolahku masih saja sebagian banyak orang yang jam karet . D iminta hadir jam sekian malah datang jam sekian . S angat miris aku melihat hal itu. Merubah kebiasaan sangatlah sulit menurutku . T idak segampang membalik telapak tanganku ini. Rapat, latihan, diskusi sampai acara besarpun terkadang mengalami jam karet

Cuaca Panas di Karang Anyar- Pinggir Papas

Oleh Hikmah* Kaummudapergerakan-Karang Anyar . Desaku merupakan desa kecil. Meski kecil ini, dua desa ini terkenal sebagai penghasil Garam dan laut terbaik di Kabupaten Sumenep. Desaku ini terletak di sebelah selatan Desa Marengan Laok. Untuk menuju ke desaku, kira-kira 3 KM. Perjalanan dari Desa Marengan Laok melintasi tambak dan area minian untuk pertanian garam. Masa produktif pertanian garam berkisar 6-7 bulan atau yang disebut musim nèmor, dan sebaliknya hasil laut dihasilkan pada musim penghujan atau musim nimbhârâ. Desaku terdiri atas dua desa, yaitu Karang Anyar dan Pinggir Papas. Desaku terkenal dengan cuacanya yang sangat panas. Meski cuaca desaku sangat panas, penduduknya tidak kalah dengan penduduk perkotaan. Orang-orang di desaku rata-rata bekerja garam dan nelayan. Pekerjaan yang dilakukan orang-orang desaku tidak segampang yang kalian kira. Pekerjaan yang dilakukan di desaku ini perpaduan dari desa Karang Anyar dan Pinggir Papas. Tetapi dari itu semua,

TERIMAH KASIH KPPD

O leh Mega Agustini & Yuni Emeliya Prastika * Kaummudapergerakan-Karang Anyar . P ada hari Minggu ( 08 /06/ 2014 ) Saya, Mbak Deni, Mbak Defi, Mbak Melly, Kak Salamet, Kak Anwar berkumpul di rumah Mbak Deni. P ada pertemuan itu, kami mendapatkan bantuan buku dari KPPD yang dibawa Kak Salamet . Lewat tulisan ini, kami hendak mengucapkan terima kasih kepada KPPD ( Kelompok Perempuan Pro Demokrasi ) atas partisipasinya membantu kami. Kami belum mengenal KPPD, namun bagi kami KPPD adalah sosok “Kartini”. Terima kasih juga kami haturkan kepada penerbit buku KSP (Konsorsium  Swara Perempuan ) yang telah menerbitkan buku-buku yang bagus. Buku bantuan dari KPPD berjumlah 12 eksemplar dengan 6 (enam) judul yang berbeda. 6 (enam) judul tersebut antara lain, “Berperan Tapi dipinggirkan: Wajah Perempuan dalam Ekonomi”  disusun oleh Erma Susanti, “Menuju Kebebasan: Perempuan dan Pendidikan”  disusun oleh Pinky Saptandari & Diah Retno Sawitri, “Media Meneropong Perempuan”

Deby Maria Suzana Melukis dengan Bibir

O leh Set Wahedi* Kaummudapergerakan-Surabaya . Teman-teman Romah Sangkol, Minggu pagi (15/06/2014) saya terdampar di taman Bungkul, Surabaya. Seperti halnya orang-orang yang pada melepas penat dari rutinitas di hari-hari kerja, saya hendak menikmati suasana tanpa mobil di jantung kota Pahlawan yang sumuk itu. Selagi saya asyik menikmati udara basah dan hilir-mudik pejalan dan pesepeda, arus kecil di pojok Taman Bungkul menarik perhatianku. Orang-orang pada bergegas dan antusias mengerubungi sesosok perempuan di depan kanvas.  Wow, aku kaget ketika melihat seorang perempuan melukis sesosok wajah dengan bibirnya. Teman-teman Romah Sangkol, dengan bibirnya yang mungil, pelukis perempuan itu melukis wajah Jokowi di sebidang kanvas putih. Nama pelukis itu –saya ketahui setelah dia menyelesaikan lukisannya- Deby Maria Suzana.  Mbak Deby Maria Suzana memulai aksinya mula-mula dengan memajang kanvas lukisan wajah Jokowi setengah jadi di pojok barat-utara taman Bungkul, kemudian pe

Bantuan Buku Bapak Satria Darma

O leh Deny Yusmia dan Devi Karlina Kaummudapergerakan-Karang Anyar . Pada hari Minggu, 8 Juni 2014 komunitas “Romah Sangkol” berkumpul di salah satu rumah anggota komunitas tersebut. Dalam pertemuan tersebut, inisiator komunitas, Salamet Wahedi memberitahukan bahwa komunitas kami mendapat bantuan buku dari Bapak Satria Darma.  Dia menceritakan awal pertemuannya dengan Bapak Satria Darma. Dia kenal dengan Bapak Satria Darma melalui media sosial BBM. Setelah berkenalan lewat BBM, Bapak Satria Darma mengajaknya bertemu untuk mengunjungi rumahnya di Rungkut Asri XV-25. Kami merasa senang mendapat bantuan buku tersebut.  Kami mendapatkan bantuan buku sebanyak 59. Judul-judulnya sebagai berikut: Kampung Indonesia Pascakerusuhan, Catatan Perjalanan Indonesia, Negara Republik Indonesia, Para Tokoh Angkat Bicara, Sosiologi Masyarakat Desa dan Kota, Parijs van Java, Tupai yang Pandai, Pengembanag Pesona Pribadi, Pecahan Pecah, Perkembangan Manusia dan Pendidikan, Cinta dan Mata, Repo

Gara-gara Handphone

O leh Deny Yusmia* Kaummudapergerakan-Karang Anyar . Selasa, 27 mei 2014. Suara mesin menggerutu di tambak garam sebelah barat rumahku. Matahari mulai menampakkan sinarnya , petanda aku segera bergegas untuk mandi dan berangkat ke sekolah. Aku berangkat sekolah dengan motor yang biasa aku kendarai. Sebelum menuju ke sekolah aku menjemput temanku, Mila. Sesampainya di rumah Mila, ternyata dia izin tidak masuk sekolah karena sakit. Hari itu aku berangkat sendirian ke sekolah. Pun keesokannya. Hari Kamis aku menjemput Mila lagi. Namun, aku tak menjumpai temanku yang satu itu. Tapi ayah Mila memberiku sebuah amplop yang isinya izin tidak msuk sekolah lgi.  Karena aku penasaran tentang penyakit yang diderita temanku, aku bertanya pada ayah Mila. Ternyata Mila sakit telinga. Penyebabnya radiasi handphone. Mila sering telfonan tiap malam. Hidup tak lengkap jika jari-jari tak menari di atas telepon seluler, iPad, ataupun computer. Akan tetapi kita perlu hati. Di samping ada manfa

Sajak-sajak Mega Agustini

PAHLAWAN KELUARGAKU Setiap pagi hingga sore Engkau hilang bagai ditelan bumi Namun aku tau Hendak kemana langkah kakimu berjalan Jalanan yang tak pernah bersahabat Masih saja kau lewati Terik panasnya surya Tak pernah kau hiraukan Hanya demi kami keluargamu Kini usiamu sudah tak sekuat dulu lagi Tetapi semangat juangmu masih menyala Masih berkobar Tulang punggung keluarga Itu yang membuatmu masih bertahan sampai detik ini Panas, lelah dan letih Sering kali kau rasakan Namun engkau tak pernah mengeluh Ayah, Ku sebut namanu disetiap denyut nadiku Pengorbanannmu masih terlintas dibola mataku Akan ku songsong hari esok Demi dirimu ayah Kamis, 03 oct 2013  (19.06) IBU Ibu, . Besarnya jagad raya Tak sebesar kasihmu padaku Luasnya benua Tak seluas sayangmu padaku Belaian tanganmu Membuatku nyaman dalam pelukanmu Tutur bahasamu Membuatku sayang padamu Besar pengorbananmu Taruhkan setiap jiwa dan ragamu Hanya untukku Anakmu ibu

Bhâbhâd Songennep Bâgiân II

Kaummudapergerakan - Bhârâng sè bhubhut genna’ bulânna, è nalèka sèttong malem teppa’ tangghâl pa’-bhâllâs Dhinaju Potrè Konèng bhâbhâr alaheraghi bhâbhâji’ lalakè’ kasorang, taḍâ’ ḍhârâ bi’ tamonèna, robâna talèbât bhâghus, cahyana tèra’ bennèng taḍâ’ bidhâna bi’ orèng lalakè’ sè èkamèmpè apolong tèḍung ghellâ’. Serrèna talèbât tako’ bân malo ka rama-èbhuna, marghâ tako’ èsangka ajhâlân jhubhâ’, Dhinaju Potrè Konèng lajhu ngandhika ka parnyaèna, ḍhâbuna: “Bu’, bhâbhâji’ rèya buwâng bhâi ka alas sè jhâu ḍâri naghârâ ḍinna’. Anangèng sènga’, yâ, Bu’, jhâ’ sabâ’ è kennenganna macan, sèngko’ nèser tako’ èkakan”. Parnyaè mator èngghi, pas kalowar ḍing-ngenḍing sambi ngembhân bhâbhâji’ ghellâ’ èghibâ ajhâlân ḍâ’ lao’. Saellana para’ metto arè parnyaè ghellâ’ napa’ ka alas ghunong lao’. Serrèna tako’ katemmon ka orèng, dhaddi bhâbhâji’ pas èsabâ’ è bâbâna kajuân rajâ, èḍung-koḍungè  ḍâun, pas èondhuri, parnyaè terros molè abâli ka karaton. Dhinaju Potrè Konèng marèksa kabaḍâ’ânn