Langsung ke konten utama

Sajak-sajak Mega Agustini

PAHLAWAN KELUARGAKU


Setiap pagi hingga sore
Engkau hilang bagai ditelan bumi
Namun aku tau
Hendak kemana langkah kakimu berjalan

Jalanan yang tak pernah bersahabat
Masih saja kau lewati
Terik panasnya surya
Tak pernah kau hiraukan
Hanya demi kami keluargamu

Kini usiamu sudah tak sekuat dulu lagi
Tetapi semangat juangmu masih menyala
Masih berkobar

Tulang punggung keluarga
Itu yang membuatmu masih bertahan sampai detik ini
Panas, lelah dan letih
Sering kali kau rasakan
Namun engkau tak pernah mengeluh

Ayah,
Ku sebut namanu disetiap denyut nadiku
Pengorbanannmu masih terlintas dibola mataku
Akan ku songsong hari esok
Demi dirimu ayah

Kamis, 03 oct 2013  (19.06)


IBU

Ibu, .
Besarnya jagad raya
Tak sebesar kasihmu padaku
Luasnya benua
Tak seluas sayangmu padaku

Belaian tanganmu
Membuatku nyaman dalam pelukanmu
Tutur bahasamu
Membuatku sayang padamu
Besar pengorbananmu
Taruhkan setiap jiwa dan ragamu
Hanya untukku
Anakmu ibu

Kini akupun tumbuh
Menjadi apa yang kau dambakan
Tetesan keringat jerih payahmu
Menjadi semangat juangku

Ibu,
Namamu menyatu dalam aliran darahku
Jiwamu bersama dengan jiwaku
Hanya dengan iringan do’amu
Langkah ini seakan ringan karnamu

Minggu,  13 Oct 2013


TIANG HIDUPKU

Sehari lima kali bertemu
Dengan bantuan sang bilal
Penanda waktu
Telah memanggil

Assholatun khoirum minannaum
Sang bilal memanggil
Untuk bertemu
Untuk bersimpuh
Di hadapan sang ilahi

Waktu telah terpanggil
Dengan suara-suara indah
Dengan semua perintah
Berdiri dan bergegaslah
Tunaikan tugas umat
Dengan niat tulus karnanya

Wahai sang ilahi
Ku bersimpuh di hadapannmu
Meminta ampunannmu
Menjalankan setiap perintahmu
Menjauhi setiap larangannmu

Minggu, 13 Oct 2013

Mega Agustini, siswa SMAN 1 Kalianget dan Magarsari Desa Karang Anyar, Kalianget-Sumenep

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inilah Ciri Khas Kami: Baca Puisi

Oleh Nahdliya, mahasiswa PBSI 2015 asal Pantura Jawa Helmi Yahya? Begitulah penuturannya saat aku pertama kali mengenalnya. Pertama kali kami berjumpa dan bertatap muka, tepatnya saat aku melewati masa-masa ospek di lingkup Prodi PBSI. Aku sempat heran dan meragukan nama aslinya. Apakah benar seperti itu atau hanya sebagai dalih agar dia tenar di kalangan maba. Oh hanya Tuhan yang tahu mengenai namanya. Dia memperkenalkan diri pada kami sebagai wakil ketua HMP saat itu. Aku sempat berpikir keras, mencoba memahami jabatan yang dipegangnya. Bukan meragukan, tapi lebih ke arah tidak percaya. Setahuku dia konyol, lucu, gokil dan entah apa lagi. Segalayang berbau komedi melekat pada dirinya. Itu yang membuat aku tidak percaya dengan jabatan wakil ketua HMP yang dipegangnya. Di awal pertemuan dengan suasana lingkungan perguruan tinggi, aku lebih memilih acuh tak acuh tentang kak Helmi. Entah dia mau menjadi apaatau menjabat apa. Beberapa hari mengikuti ospek, aku mulai mengerti sisi

Es Lilin Cabbi

Oleh  Kuswanto Ferdian, King Favorit UTM 2016 dan Mahasiswa PBSI 2014 asal Pamekasan Perkenalkan namaku Kuswanto Ferdian. Kalian bisa memanggilku Wawan. Kawan-kawan  di desa memanggilku “Phebeng”. Entahlah apa maksud dari panggilan itu. Aku menerima panggilan itu begitu saja. Aku berasal dari Pulau Garam Madura. Waktu aku masih kanak-kanak , aku sering bermain dengan kawan-kawan d esaku, D esa K olpajung, Pamekasan, Madura. Desaku populer dengan julukan “Kampung Hijau”. Julukan itu diberikan karena desaku sering menjuarai lomba “Adipura Kabupaten” yang diadakan setahun sekali. Selain banyak pohon yang rindang serta daunnya yang hijau, di sepanjang jalan desaku banyak bangunan dengan cat warna hijau. Baik bangunan Sekolah, toko, maupun rumah warga. Alasan itulah yang menjadikan desaku mandapat julukan “Kampung Hijau”. Desaku memiliki beberapa permainan tradisional. Permainan yang paling aku sukai waktu kanak-kanak, permainan “ E s Lilin Cabbi ” . P ermainan ini hampir sam

Pak Anu

O leh Dwi Ajeng Kartini Selama kuliah dua semester -dari semester satu sampai semester dua- baru kali ini aku bertemu dan diajar oleh dosen unik. Dikatakan unik karena cara mengajarnya santai dan mudah dipahami. Cara menyampaikan materi sangatlah berbeda dengan dosen lain yang cenderung membuat tegang. Hehe. Beliau adalah Bapak Salamet Wahedi. Sebelum ‘mengenal’nya, kami sudah mengetahuinya. Beliau adalah dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Desas-desisnya, beliau termasuk dosen killer , tentu aku langsung kaget. Aku takut ketika mendengar, beliau dosen yang killer . Aku takut, beliau di kelas sangat kaku, membosankan, dan tentu -saja bicara dosen killer - pelit nilai. Jujur saja, saat petama melihatnya memang benar terlihat seperti dosen killer. Aku sempat bingung karena pertama masuk, beliau duduk hanya diam. Aku sampai berpikir, sebenarnya dosen ini sedang marah atau memang gayanya seperti ini? Dengan tatapan mata yang sinis dan tidak mau menatap mahasiswa,