Langsung ke konten utama

Gara-gara Handphone

Oleh Deny Yusmia*

Kaummudapergerakan-Karang Anyar. Selasa, 27 mei 2014. Suara mesin menggerutu di tambak garam sebelah barat rumahku. Matahari mulai menampakkan sinarnya , petanda aku segera bergegas untuk mandi dan berangkat ke sekolah. Aku berangkat sekolah dengan motor yang biasa aku kendarai. Sebelum menuju ke sekolah aku menjemput temanku, Mila. Sesampainya di rumah Mila, ternyata dia izin tidak masuk sekolah karena sakit.

Hari itu aku berangkat sendirian ke sekolah. Pun keesokannya. Hari Kamis aku menjemput Mila lagi. Namun, aku tak menjumpai temanku yang satu itu. Tapi ayah Mila memberiku sebuah amplop yang isinya izin tidak msuk sekolah lgi. 

Karena aku penasaran tentang penyakit yang diderita temanku, aku bertanya pada ayah Mila. Ternyata Mila sakit telinga. Penyebabnya radiasi handphone. Mila sering telfonan tiap malam. Hidup tak lengkap jika jari-jari tak menari di atas telepon seluler, iPad, ataupun computer. Akan tetapi kita perlu hati. Di samping ada manfaatnya, ternyata handphone juga berdampak negatif terhadap kesehatan. Contoh gara-gara radiasi handphone yang terlalu tinggi dapat merusak pendengaran. Dan gara-gara sering memainkan gadget, kita bisa terkena penyakit sindrom de quervain, sindrom carpal tunnel, dan lain-lain. 

Karena itu, mari kita hindari hal buruk itu sejak sekarang dengan cara kurangi memainkan gadget, kurangi telponan dengan waktu yang cukup lama jika tidak ada kepentingan. Dengan kata lain pergunakan handphone sebaik-baiknya.

*siswa SMAN 2 Sumenep dan magarsari Desa Karang Anyar

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inilah Ciri Khas Kami: Baca Puisi

Oleh Nahdliya, mahasiswa PBSI 2015 asal Pantura Jawa Helmi Yahya? Begitulah penuturannya saat aku pertama kali mengenalnya. Pertama kali kami berjumpa dan bertatap muka, tepatnya saat aku melewati masa-masa ospek di lingkup Prodi PBSI. Aku sempat heran dan meragukan nama aslinya. Apakah benar seperti itu atau hanya sebagai dalih agar dia tenar di kalangan maba. Oh hanya Tuhan yang tahu mengenai namanya. Dia memperkenalkan diri pada kami sebagai wakil ketua HMP saat itu. Aku sempat berpikir keras, mencoba memahami jabatan yang dipegangnya. Bukan meragukan, tapi lebih ke arah tidak percaya. Setahuku dia konyol, lucu, gokil dan entah apa lagi. Segalayang berbau komedi melekat pada dirinya. Itu yang membuat aku tidak percaya dengan jabatan wakil ketua HMP yang dipegangnya. Di awal pertemuan dengan suasana lingkungan perguruan tinggi, aku lebih memilih acuh tak acuh tentang kak Helmi. Entah dia mau menjadi apaatau menjabat apa. Beberapa hari mengikuti ospek, aku mulai mengerti sisi

Es Lilin Cabbi

Oleh  Kuswanto Ferdian, King Favorit UTM 2016 dan Mahasiswa PBSI 2014 asal Pamekasan Perkenalkan namaku Kuswanto Ferdian. Kalian bisa memanggilku Wawan. Kawan-kawan  di desa memanggilku “Phebeng”. Entahlah apa maksud dari panggilan itu. Aku menerima panggilan itu begitu saja. Aku berasal dari Pulau Garam Madura. Waktu aku masih kanak-kanak , aku sering bermain dengan kawan-kawan d esaku, D esa K olpajung, Pamekasan, Madura. Desaku populer dengan julukan “Kampung Hijau”. Julukan itu diberikan karena desaku sering menjuarai lomba “Adipura Kabupaten” yang diadakan setahun sekali. Selain banyak pohon yang rindang serta daunnya yang hijau, di sepanjang jalan desaku banyak bangunan dengan cat warna hijau. Baik bangunan Sekolah, toko, maupun rumah warga. Alasan itulah yang menjadikan desaku mandapat julukan “Kampung Hijau”. Desaku memiliki beberapa permainan tradisional. Permainan yang paling aku sukai waktu kanak-kanak, permainan “ E s Lilin Cabbi ” . P ermainan ini hampir sam

Pak Anu

O leh Dwi Ajeng Kartini Selama kuliah dua semester -dari semester satu sampai semester dua- baru kali ini aku bertemu dan diajar oleh dosen unik. Dikatakan unik karena cara mengajarnya santai dan mudah dipahami. Cara menyampaikan materi sangatlah berbeda dengan dosen lain yang cenderung membuat tegang. Hehe. Beliau adalah Bapak Salamet Wahedi. Sebelum ‘mengenal’nya, kami sudah mengetahuinya. Beliau adalah dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Desas-desisnya, beliau termasuk dosen killer , tentu aku langsung kaget. Aku takut ketika mendengar, beliau dosen yang killer . Aku takut, beliau di kelas sangat kaku, membosankan, dan tentu -saja bicara dosen killer - pelit nilai. Jujur saja, saat petama melihatnya memang benar terlihat seperti dosen killer. Aku sempat bingung karena pertama masuk, beliau duduk hanya diam. Aku sampai berpikir, sebenarnya dosen ini sedang marah atau memang gayanya seperti ini? Dengan tatapan mata yang sinis dan tidak mau menatap mahasiswa,