Oleh Yulida Indah Sriningrum, Mahasiswa FIP 2015
asal Pantura Jawa
Pagi…
Masih
terasa sangat pagi bahkan mungkin bisa disebut malam. Malam yang
tidak mau melepas rembulan untuk menggantikan sang surya. Aktivitas padat pada 3-5 September
2016 sudah menanti. Pagi itu bergegaslah saya ke kampus. Dengan melangkahkan
kaki, saya mengucapkan doa, memohon kelancaran pada Sang Khalik, Yang Maha
Segala-galanya.
Saya
mencoba menutupi kegelisahan, kebimbangan dan kebingungan saya. Dua
acara yang sama-sama penting terjadi pagi itu. Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas (UKM-F)
yang saya geluti dan Himpunan Mahasiswa Prodi (HMP)
yang saya ikuti bersamaan mengadakan acara. Manajemen waktu memang harus
dipersiapkan, jika mengikuti dua organisasi yang memiliki peranan
penting. Saya memilih untuk mengikuti UKM-F lebih dulu, lalu
saya menyusul dalam kegiatan Ospek yang diadakan HMP setiap tahunnya.
Saya
sadar, saya telat saat itu. Saya sempat berpikir kalau saya nanti disemprot-omelan
Mas Helmi, begitu saya memanggil ketua umum HMP PBSI. Sebelumnya
saya sudah minta izin padanya. Menurut kacamata saya, meskipun marah, Mas Helmi tetap memberikan arahan yang baik pada adik-adiknya. Dia
pemimpin yang santai, namun kerjanya betul-betul nyata. Dan
nyatanya, dia mengomeli saya siang itu. Saya hanya mengiyakan apapun perkataan
yang diujarkannya. Tak lupa saya minta maaf. Saya menggerutu di dalam hati.
Saya tidak sempat melihat moment-moment penting di awal, seperti upacara
pembukaan dan yang lainnya. Menyesal memang iya, tetapi itu sudah terlambat dan
tidak perlu disesali.
Ospek
di hari itu memang berhasil melahirkan emosi panitia. Masalah miss komunikasi tidak jarang membuat cekcok terjadi. Kesurupan yang dialami
maba dan panitia membuat acara saat itu hampir tidak karuan. Beruntung panitia
yang lain bisa mengambil-alih acara dan mengemas acara seakan-akan
semuanya baik-baik saja.
Matahari
yang kembali di pundak cakrawala menjadi alarm kami
agar menyudahi acara ospek yang berlangsung di RKB-D ini. Senja mulai menyapa. Evaluasi
adalah agenda yang harus dilaksanakan di setiap akhir acara kami.
Banyak keluhan. Banyak kritik. Banyak saran. Mas Helmi cukup bijak dalam hal
ini. Dia tidak menyalahkan pihak manapun. Dia membiarkan kami untuk
menilai diri-sendiri sebelum menilai kesalahan orang lain.
Saya
ingat betul pada saat proses evaluasi, dia mengatakan,
“Beruntung yang menjadi panitia ospek hari ini sudah memiliki jiwa mahasiswa.
Coba saja kalau yang menjadi panitia adalah anak SMA, pasti
sudah tawuran. Tawuran di lantai bawah, tawuran di lantai atas. RKBD
pasti rusuh. Menurut saya, kalian yang terbaik. Kalian
sudah bisa menghendel acara meski dalam situasi rumit seperti tadi siang. Saya
bangga sama kalian. Kita berproses bareng di sini. Jaga emosi, jaga solidaritas
sesuai dengan jargon kita. Acara tadi sudah cukup lancar, saya bangga dengan
kalian.” Sepotong kalimat “Saya bangga pada kalian”
dari Mas Helmi memberi kami semangat, meski dalam titik terlelah kami sore itu.
Malam
sudah menyapa langit, tanda kami harus pulang.
Pagi
kedua pada acara yang sama. Pagi yang cerah. Cuaca seperti memberi dukungan. Kembali semangat menyala setelah terselimuti penat seharian. Agenda hari ini adalah
bersenang-senang. Menciptakan suasana riang, gembira dan harus ceria. Betul. Di
hari itu agendanya adalah senam bersama. Dipimpin oleh kakak panitia yang
lincah akan gerakan badannya membuat maba semangat mengikutinya. Suasana riang
tercipta. Suasana bahagia tercipta.
Berjalan
serentak para maba untuk menuju ke RKB-D. Yel-yel yang mereka nyanyikan
terdengar lucu dan menarik. Mereka menyanyikannya dengan beragam ekspresi. Ada
yang menyanyikannya dengan semangat’45, ada pula yang sekedar ikut-ikutan.
Terkadang ketika melihat mereka, senyum pun tercipta.
Acara
berlangsung seharian di dalam gedung RKB-D. Susunan acara sudah tersusun dengan
rapi. Kali ini terlihat jauh lebih baik daripada hari sebelumnya. Bersyukur itu
pasti. Tidak terasa sore sudah memanggil. Para maba turun dari gedung dan
mereka berorasi layaknya pendemo besar. Lantunan lagu “Darah Juang”, “Buruh Tani” tidak
luput dari pikiran mereka. Mereka menyanyikannya dengan sangat mendalam seolah
tidak ingin tertinggal sebait pun. “Mahasiswa baru yang pintar,” kata
saya menyaksikan aksi
mereka.
Kembali
pada pertemuan evaluasi. Kali ini berbeda. Iya memang berbeda. Evaluasi
terakhir untuk acara ospek sengaja dengan maba. Membentuk lingkaran besar.
Saling merapat layaknya saudara. Memang kami adalah saudara. Saudara yang
dipertemukan tanpa ada skenario sebelumnya. Mas Helmi menyampaikan sambutannya
dan disusul oleh panitia lain. Penutupan ospek sore itu dilakukan dengan
penyiraman air kembang yang dilakukan oleh Mas Helmi pada setiap adik maba.
Setiap maba saling berjabat tangan dengan panitia yang lain seraya tak luput
mengucapkan maaf dan terima kasih. Suasana haru tercipta. Bahagia datang dan
ikut menyelimuti saat itu.
Sayonara
perpisahan sudah terdengar antara panitia dan maba. Menyanyikan lagu perpisahan
bak anak yang akan ditinggal emaknya. Sedih memang. Memang mengharukan. Di sisi lain
panitia merencanakan untuk ngerjain
Mas Helmi. Di hari itu, Mas Helmi merayakan hari lahirnya. Ucapan baik dan doa
mengalir untuknya. Bertepatan di hari yang sama, sayonara bersama maba
dan hari miladnya membuat perpisahan semakin meriah. Terselip doa supaya selalu
menjadi sosok pemimpin yang bertanggung jawab, tegas namun tetap rendah hati.
Semoga jaya selalu prodiku PBSI.
Menjadi panitia dalam kepanitiaan Ospek mengajarkanku
banyak hal tentang disiplin, tolong-menolong, bahu-membahu serta menenggelamkan
rasa keegoisan yang seakan-akan mudah sekali muncul. Terima kasih atas
kesempatan yang Allah berikan pada saya. Saya masih diberi waktu untuk belajar menjadi manusia yang lebih baik. Tabik.
Mbak ini mahasiswa ato mahasiswi??? :-D
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusUwaaa.... :'( "kami adalah saudara. Saudara yang dipertemukan tanpa ada skenario sebelumnya."
BalasHapusNgakak membaca kutipan :
"Menyanyikan lagu perpisahan bak anak yang akan di tinggal Emaknya"... Ampun sadis amat.. ^_^ .