Oleh Kuswanto Ferdian, King Favorit UTM 2016 dan Mahasiswa PBSI 2014 asal Pamekasan
Perkenalkan namaku Kuswanto Ferdian. Kalian bisa
memanggilku Wawan. Kawan-kawan di desa
memanggilku “Phebeng”. Entahlah apa maksud dari panggilan itu. Aku menerima
panggilan itu begitu saja. Aku berasal dari Pulau Garam Madura. Waktu aku masih
kanak-kanak, aku sering bermain dengan kawan-kawan desaku, Desa Kolpajung,
Pamekasan, Madura. Desaku populer dengan julukan “Kampung Hijau”. Julukan itu
diberikan karena desaku sering menjuarai lomba “Adipura Kabupaten” yang diadakan
setahun sekali.
Selain banyak pohon yang rindang serta daunnya yang
hijau, di sepanjang jalan desaku banyak bangunan dengan cat warna hijau. Baik
bangunan Sekolah, toko, maupun rumah warga. Alasan itulah yang menjadikan desaku
mandapat julukan “Kampung Hijau”. Desaku memiliki beberapa permainan
tradisional. Permainan
yang paling aku sukai waktu kanak-kanak, permainan “Es
Lilin Cabbi”. Permainan ini hampir sama dengan permainan “Petak
Umpet”.
Yang
membedakan, permainan es lilin cabbi dimainkan
sambil
bernyanyi. Setiap pulang sekolah –sewaktu SD- aku dan kawan-kawanku
sering bermain es lilin cabbi ini. Selain seru,
permainan ini dimainkan sambil bernyanyi dengan jumlah pemain tak terbatas.
Biasanya, sebelum bermain, kami
berkumpul di halaman rumah seorang teman. Kami berkumpul di halaman
rumah yang
cukup luas, yang lumayan untuk tempat berkumpul dan bermain. Oh ya, setelah berkumpul,
kami saling bertanya satu sama lainnya. Siapa saja yang ingin ikut
bermain es llilin cabbi? Semua pada mengacungkan
tangan. Permainan pun segera dimulai.
Penasaran seperti apa permainannya? Baik kita awali
dengan “jumprit”. Pasti
kalian semua
pada tahu kan apa itu jumprit?
Jumprit itu dilakukan
dengan tujuan untuk
memilih siapa yang bertugas menjaga kali pertama.
Adil kan kalau begitu? Ya pasti adil. Tanpa bermain curang.
Secara tidak
sadar, permainan masa kanak-kanak ini
mengajari saya dan teman-teman tentang kejujuran.
Oh ya, kawan, jumprit di desaku ada
lagunya. Seperti ini lagunya, “jumprit langkaleng kercet karoma mangkok tabbhuen
bhutol”.
Jumprit ini dipimpin satu anak. Baik,
saya
akan tunjukkan caranya kawan. Pertama, yang memimpin jumprit mengangkat tangan ke atas 5 jari dan
dibuka lebar, bebas menggunakan tangan-kanan atau
menggunakan tangan-kiri. Biasanya kawan-kawanku lebih sering menggunakan
tangan-kanan untuk memimpin jumprit. Kedua, para pemain yang
ikut mengangkat jari telunjuknya dan menempel ke tangan
yang memimpin jumprit. Pemimpin jumprit juga
mengangkat jari tulunjuknya ke atas dan menempelkan ke tangannya
sendiri. Ketiga, jumprit dimulai
sambil bernyanyi. Keempat, selesai bernyanyi, pemimpin jumprit menangkap satu jari-telunjuk
dari pemain termasuk jari-telunjuknya sendiri. Pemain yang jari-telunjuk yang
tertangkap, bertugas menjaga kali pertama. Begitulah caranya jumprit.
Sebelum pemain bertugas
menjaga kali pertama, kami tentukan terlebih
dahulu
perjanjian permainan serta persyaratan permainan, supaya tidak terjadi kecurangan
pada saat permainan dimulai. Ribet ya permainanya? Masih
ada persyaratan dan perjanjiannya terlebih dahulu. Justru,
karena itu
sejak masa kanak-kanak, kami semua sudah belajar tentang
kejujuran, perjanjian, kebersamaan dan masih banyak lagi norma-norma yang baik.
Perjanjian permainan yang pertama,
menentukan posisi tempat untuk yang betugas menjaga, sebagai simbol benteng. Di desaku,
kami menyebutnya “Pal”. Benteng atau pal ini, dapat berupa pohon. Karena di
halaman tetangga tempat kami bermain banyak pohon rindang dan tinggi. Perjanjian
kedua, tidak boleh bersembunyi jauh dari area pal/benteng tersebut. Perjanjian
ketiga, pemain yang bertugas menjaga di pal/benteng harus
bergantian.
Nah, ketika semua
sudah sepakat dengan perjanjian tadi, permainan bisa
dimulai. Yang bertugas menjaga kali pertama, menutup mata
sambil bersender di pohon yang ditentukan dengan membalikkan badan. Di
desa, kami menggunakan sehelai kain agak tebal sebagai penutup mata dari pemain
yang bertugas menjaga kali pertama. Kami juga bisa menggunakan baju dari pemain
yang bertugas menjaga kali pertama sebagai penutup matanya sendiri. Sebagian kawan-kawan
kami kadang sedikit ‘jail’. Kalau mata dari pemain yang menjaga kali pertama tidak
ditutupi dengan kain, kadang pemain yang bertugas menjaga kali pertama, melirik
gerak-gerak pemain yang ingin bersembunyi. Padahal melirik itu termasuk
tindakan curang. Permainan ini harus
kami mainkan dengan jujur dan tidak boleh curang.
Setelah mata dari pemain yang bertugas menjaga kali
pertama sudah ditutupi dengan kain, kepala harus ditundukkan. Sehelai
kain penutup
mata tidak boleh dilepas sebelum lagu dari permainan selesai. Lalu
permainan dimulai. Yang bertugas menjaga pohon sambil bernyanyi sampai
selesai, sedangkan para pemain yang lain segera berlari
dan bersembunyi. Akhirnya yang bertugas menjaga memulai bernyanyi, “es lilin cabbi ayobi bittas ngonyer ayonyer
nyerra otang ayotang tangghel ennem ayonem nembhung petek
ayotek tekos jhuling ayoling lingker olar ayolar larberesoh ayosoh sosoh rajeh
ayojeh jehmarajeh”.
Lagu itu sebenarnya sedikit jorok.
Kami
sengaja bernyanyi seperti itu untuk menghibur kami. Ketika yang
bertugas menjaga selesai bernyanyi, dia akan mencari pemain
yang bersembunyi. Selama hampir 15 menit dia mencari. Kadang dia tidak menemukan
pemain yang bersembunyi dengan sulit. Ya, seperti di zaman
perang,
kami menggunakan
strategi untuk bersembunyi. Setelah seorang pemain yang ditemukan, biasanya pemain itu memberikan kode
kepada pemain lainnya yang sedang bersembunyi.
Kami mempunyai dua kode, yaitu tahu dan tempe. Tahu dipakai
sebagai
kode
bahwa pemain yang bertugas menjaga sedang mencari berkeliling. Pemain
yang sedang bersembunyi segera mereka keluar dari persembunyiannya untuk
nge-pal
di pohon yang sudah ditentukan. Kode tempe digunakan untuk menandai
bahwa pemain
yang bertugas menjaga di pohon, hanya menjaga pal/bentengnya saja. Artinya, pemain yang
sedang bersembunyi jangan keluar terlebih dahulu
karena pal/bentengnya masih dijaga.
Jika semua pemain sudah ditemukan oleh pemain yang menjaga kali pertama, yang menjaga di pohon berganti seperti perjanjian di awal. Sebelum
pemain selanjutnya diganti menjaga di pohon, pemain yang kali pertama tadi
menjaga memilih pemain lainnya untuk bertugas menjaga selanjutnya di pohon. Bagaimana
prosesnya?
Pemain yang bertugas kali pertama menjaga di pohon tadi,
kepalanya disenderkan ke pohon sambil memejamkan mata. Para pemain lainnya
mengikuti berbaris di belakang lurus dengan pemain yang kali pertama menjaga. Setelah
itu pemain yang bersender di pohon memilih nomor urutan dari barisan para pemain
di belakangnya. Misalnya, nomor 3. Nah, pemain di urutan nomor 3 itu yang
bertugas menjaga selanjutnya. Biasanya, kami bermain hampir 1 jam. Dari saking
asiknya bermain kami sering lupa dengan waktu. Sesudah bermain permainan es lilin cabbih ini, kami masih berkumpul
sambil bercerita sembari mengeringkan keringat.
Kuswanto Ferdian, lahir di Pamekasan 30
Desember 1995. Alumni SMAN 5 Pamekasan, angkatan 2014 Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, FIP, Universitas Trunojoyo, Madura. Alamat Jl.
Gatot Koco, Pamekasan. Aktifitas lain selain menempuh kuliah sibuk dengan dunia
sendiri seperti mengajar Ekstrakurikuler Teataer di SMA 5 Pamekasan dan aktif
di UKM Teater Sabit FIP. Nomor kontak 087752546457, email : mazwan476@gmail.com
Komentar
Posting Komentar