Langsung ke konten utama

Sepotong Kenangan di HMP


Oleh Yunita Putriyanti, Mahasiswa FIP 2015 asal Sidoarjo

Himpunan Mahasiswa Prodi atau lebih dikenal dengan HMP, merupakan satu organisasi dalam kampus yang saya geluti sejak semester 2. Sekitar setahun lalu saya berjuang untuk masuk dalam organisasi di ruang lingkup prodi. Prodi saya adalah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI). Jadi, lebih dikenal dengan HMP PBSI, FIP, Universitas Trunojoyo Madura (UTM). Di HMP PBSI, saya mendapat banyak pengalaman baru yang menyenangkan. Orang-orang yang berada dalam HMP PBSI sangat menyenangkan. Ketua Umum (Ketum) HMP PBSI yang bernama Helmi Yahya juga sangat menyenangkan. Dia merupakan karakter pemimpin yang membuat anggotanya tidak merasa dibebani dengan tugas mereka di HMP. Kak Helmi -begitu saya memanggilnya- sangat baik dan perhatian pada semua anggota HMP PBSI. Dia tidak pelit dalam berbagi ilmu maupun materi yang dia punya. Itulah salah satu alasan saya mengagumi sosoknya.
Banyak kegiatan di HMP PBSI yang kami laksanakan. Misalnya Kemah Sastra I. Kemah sastra merupakan program pertama yang kami laksanakan. Acara itu hampir gagal karena peserta yang kurang dari dugaan. Hanya beberapa yang datang. Namun, itu tidak menjadi halangan kami untuk melaksanakan program itu dengan semaksimal-maksimalnya. Sampai pada malam harinya, kami dihebohkan dengan adegan tidak disengaja, yaitu kesurupan massal. Pada akhirnya acara berjalan dengan lancar meskipun ada hambatan.
Selain kemah sastra, kami juga mengadakan Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) yang kebetulan saya menjadi sekretaris panitia. Dalam acara PHBI, saya belajar banyak tentang arti solidaritas antaranggota serta menguras memanajemen emosi saat omongan saya diabaikan.
Setelah PHBIkegiatan Ospek Prodi. Kegiatan itu merupakan agenda rutin setiap tahunnya. Kegiatan tersebut sangat menguras tenaga, waktu, emosi dan lain-lain. Acara yang berlangsung selama beberapa hari tersebut membutuhkan kekompakanuntuk menjaga kami agar tidak terpecah-belah. Setelah Ospek dilanjutkan dengan agenda Bulan Bahasa dan Sastra (BBS), dan yang terakhir kegiatan Pekan Seni Pelajar Se-Madura (PSPS).
Kegiatan yang paling berkesan bagi saya, kegiatan PHBI dan Ospek. Pada dua acara ini, saya menemukan kenangan terindah saya. Hanya rahasia saya, dia dan Allah SWT. yang tahu. Saya tidak akan menceritakannya di sini. Kenangan tersebut tidak akan pernah saya lupakan. Sampai detik ini pun saya masih ingat detail dari semua kejadian pada acara tersebut. Karena ini bersifat rahasia, jadi saya akhiri cerita saya tentang kedua acara tersebut.
Menjelang detik-detik pergantian pengurus HMP saya sedih. Saya tidak akan menjumpai keluarga seperti di HMP ini lagi. Saya akan merindukan hal terindah yang ada di dalamnya. Bersuka ria bersama, berduka cita bersama, dan banyak kejadian yang tidak akan pernah saya lupakan. Meskipun hanya setahun menjadi keluarga yang tanpa sengaja kita rencanakan, saya sangat menyayangi keluarga kecil saya ini. Saya bisa tertawa, menangis, di sini. Bertaruh dengan bertugas saat ada rapat dadakan.
Saya pun rindu akan hal tersebut. Terjadi banyak masalah pribadi, namun saya harus konsisten pada tugas yang sudah saya janjikan pada pelantikan dulu. Saya pasti bisa melakukannya. Saya percaya, saya bisa. Terbukti saat ini saya bisa melewatinya, hingga saya merindukan akal hal-hal yang berkaitan dengan HMP di 2016. Banyak sukanya daripada dukanya. Saya tidak ingin mengganti anggota HMP sekarang dengan priode baru. Saya lebih suka dengan keluarga baru sekarang. Sampai berkumpul lagi teman-teman HMP. Saya pasti merindukan masa-masa indah bersama kalian. Terimakasih Kak Helmi. Terimakasih teman-teman.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inilah Ciri Khas Kami: Baca Puisi

Oleh Nahdliya, mahasiswa PBSI 2015 asal Pantura Jawa Helmi Yahya? Begitulah penuturannya saat aku pertama kali mengenalnya. Pertama kali kami berjumpa dan bertatap muka, tepatnya saat aku melewati masa-masa ospek di lingkup Prodi PBSI. Aku sempat heran dan meragukan nama aslinya. Apakah benar seperti itu atau hanya sebagai dalih agar dia tenar di kalangan maba. Oh hanya Tuhan yang tahu mengenai namanya. Dia memperkenalkan diri pada kami sebagai wakil ketua HMP saat itu. Aku sempat berpikir keras, mencoba memahami jabatan yang dipegangnya. Bukan meragukan, tapi lebih ke arah tidak percaya. Setahuku dia konyol, lucu, gokil dan entah apa lagi. Segalayang berbau komedi melekat pada dirinya. Itu yang membuat aku tidak percaya dengan jabatan wakil ketua HMP yang dipegangnya. Di awal pertemuan dengan suasana lingkungan perguruan tinggi, aku lebih memilih acuh tak acuh tentang kak Helmi. Entah dia mau menjadi apaatau menjabat apa. Beberapa hari mengikuti ospek, aku mulai mengerti sisi

Es Lilin Cabbi

Oleh  Kuswanto Ferdian, King Favorit UTM 2016 dan Mahasiswa PBSI 2014 asal Pamekasan Perkenalkan namaku Kuswanto Ferdian. Kalian bisa memanggilku Wawan. Kawan-kawan  di desa memanggilku “Phebeng”. Entahlah apa maksud dari panggilan itu. Aku menerima panggilan itu begitu saja. Aku berasal dari Pulau Garam Madura. Waktu aku masih kanak-kanak , aku sering bermain dengan kawan-kawan d esaku, D esa K olpajung, Pamekasan, Madura. Desaku populer dengan julukan “Kampung Hijau”. Julukan itu diberikan karena desaku sering menjuarai lomba “Adipura Kabupaten” yang diadakan setahun sekali. Selain banyak pohon yang rindang serta daunnya yang hijau, di sepanjang jalan desaku banyak bangunan dengan cat warna hijau. Baik bangunan Sekolah, toko, maupun rumah warga. Alasan itulah yang menjadikan desaku mandapat julukan “Kampung Hijau”. Desaku memiliki beberapa permainan tradisional. Permainan yang paling aku sukai waktu kanak-kanak, permainan “ E s Lilin Cabbi ” . P ermainan ini hampir sam

Pak Anu

O leh Dwi Ajeng Kartini Selama kuliah dua semester -dari semester satu sampai semester dua- baru kali ini aku bertemu dan diajar oleh dosen unik. Dikatakan unik karena cara mengajarnya santai dan mudah dipahami. Cara menyampaikan materi sangatlah berbeda dengan dosen lain yang cenderung membuat tegang. Hehe. Beliau adalah Bapak Salamet Wahedi. Sebelum ‘mengenal’nya, kami sudah mengetahuinya. Beliau adalah dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Desas-desisnya, beliau termasuk dosen killer , tentu aku langsung kaget. Aku takut ketika mendengar, beliau dosen yang killer . Aku takut, beliau di kelas sangat kaku, membosankan, dan tentu -saja bicara dosen killer - pelit nilai. Jujur saja, saat petama melihatnya memang benar terlihat seperti dosen killer. Aku sempat bingung karena pertama masuk, beliau duduk hanya diam. Aku sampai berpikir, sebenarnya dosen ini sedang marah atau memang gayanya seperti ini? Dengan tatapan mata yang sinis dan tidak mau menatap mahasiswa,