Langsung ke konten utama

Sajak-sajak Muttafaqur Rahmah

*Muttafaqur Rahmah, dosen Untag Banyuwangi, alumni S-1 dan S-2 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Surabaya

Bapak (I)

Hati
Berseri-seri
Bersemu
Merah jambu
Dan, kau, Pak
Begitu saja tergeletak
Tanpa sapa dan decak
Dan, kau, Pak
Bingung sendiri
Menata duri
Memaksamu mencuri
wajah pagi
Sedang aku yang sedari tadi di sini
Entah sebagai apa
Menari mencari
Tanda tangan yang kupalsukan sendiri


Bapak (II)

Duduk
Batuk
Bisu
sedikit menggerutu


Bapak (III)

Saya tahu
Itu, kamu, Pak, palsu!


Bapak (IV)

Campur
Bawur
Tawur


Bapak (V)

Teriak
Sepi
Tanpa awak
Sejenak
Bisul meledak
Brumm brakk!


Bapak (VI)

Saya
dan
Anda
adalah
angka
2,5 juta
4 juta
10 juta
tanpa aroma

Bias
Lepas
Asing
Terasing


Bapak (VII)

Basi!
Kadang bau seperti terasi
Wangi yang kau bawa lari
tak bisa lagi sembunyi
tetap saja tak wangi
tak mampu berwarna-warni


Bapak (VIII)

Tiba-tiba
Lupa
Oleh senyum sapa
-mu
Terbayang dupa
Buat tawa
Tapi sementara
Lupa
Tiba-tiba
Lupa
Cerita Rama-Shinta
Jadi lupa
Lalu pura-pura, lupa pura-pura
Pura-puranya, lupa …


Bapak (IX)

Ada
Cerita
Tentang perumpamaan
Tentang Anda
dan saya
Tentang awan
dan bualan
Tentang rasa
dan permintaan
yang mulai taon alif 
hingga alif sampai ya’
:cuma rerupa harap-harap berbanding terbalik dengan nyata-nyata

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inilah Ciri Khas Kami: Baca Puisi

Oleh Nahdliya, mahasiswa PBSI 2015 asal Pantura Jawa Helmi Yahya? Begitulah penuturannya saat aku pertama kali mengenalnya. Pertama kali kami berjumpa dan bertatap muka, tepatnya saat aku melewati masa-masa ospek di lingkup Prodi PBSI. Aku sempat heran dan meragukan nama aslinya. Apakah benar seperti itu atau hanya sebagai dalih agar dia tenar di kalangan maba. Oh hanya Tuhan yang tahu mengenai namanya. Dia memperkenalkan diri pada kami sebagai wakil ketua HMP saat itu. Aku sempat berpikir keras, mencoba memahami jabatan yang dipegangnya. Bukan meragukan, tapi lebih ke arah tidak percaya. Setahuku dia konyol, lucu, gokil dan entah apa lagi. Segalayang berbau komedi melekat pada dirinya. Itu yang membuat aku tidak percaya dengan jabatan wakil ketua HMP yang dipegangnya. Di awal pertemuan dengan suasana lingkungan perguruan tinggi, aku lebih memilih acuh tak acuh tentang kak Helmi. Entah dia mau menjadi apaatau menjabat apa. Beberapa hari mengikuti ospek, aku mulai mengerti sisi

Es Lilin Cabbi

Oleh  Kuswanto Ferdian, King Favorit UTM 2016 dan Mahasiswa PBSI 2014 asal Pamekasan Perkenalkan namaku Kuswanto Ferdian. Kalian bisa memanggilku Wawan. Kawan-kawan  di desa memanggilku “Phebeng”. Entahlah apa maksud dari panggilan itu. Aku menerima panggilan itu begitu saja. Aku berasal dari Pulau Garam Madura. Waktu aku masih kanak-kanak , aku sering bermain dengan kawan-kawan d esaku, D esa K olpajung, Pamekasan, Madura. Desaku populer dengan julukan “Kampung Hijau”. Julukan itu diberikan karena desaku sering menjuarai lomba “Adipura Kabupaten” yang diadakan setahun sekali. Selain banyak pohon yang rindang serta daunnya yang hijau, di sepanjang jalan desaku banyak bangunan dengan cat warna hijau. Baik bangunan Sekolah, toko, maupun rumah warga. Alasan itulah yang menjadikan desaku mandapat julukan “Kampung Hijau”. Desaku memiliki beberapa permainan tradisional. Permainan yang paling aku sukai waktu kanak-kanak, permainan “ E s Lilin Cabbi ” . P ermainan ini hampir sam

Pak Anu

O leh Dwi Ajeng Kartini Selama kuliah dua semester -dari semester satu sampai semester dua- baru kali ini aku bertemu dan diajar oleh dosen unik. Dikatakan unik karena cara mengajarnya santai dan mudah dipahami. Cara menyampaikan materi sangatlah berbeda dengan dosen lain yang cenderung membuat tegang. Hehe. Beliau adalah Bapak Salamet Wahedi. Sebelum ‘mengenal’nya, kami sudah mengetahuinya. Beliau adalah dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Desas-desisnya, beliau termasuk dosen killer , tentu aku langsung kaget. Aku takut ketika mendengar, beliau dosen yang killer . Aku takut, beliau di kelas sangat kaku, membosankan, dan tentu -saja bicara dosen killer - pelit nilai. Jujur saja, saat petama melihatnya memang benar terlihat seperti dosen killer. Aku sempat bingung karena pertama masuk, beliau duduk hanya diam. Aku sampai berpikir, sebenarnya dosen ini sedang marah atau memang gayanya seperti ini? Dengan tatapan mata yang sinis dan tidak mau menatap mahasiswa,