Oleh Dzurotul Muniroh, Mahasiswa PBSI 2015, asal
Gresik
Desisan angin pantai begitu sejuk, membuatku
ingin tetap berada di tempat itu. Gubyaran ombak menatap batu karang mengalun
keras. Alam terbuka begitu indah. Melepas penat sejenak, melihat suasana pantai
di tepian jembatan Suramadu. Suara-suara tatapan ombak dan batu karang terus
menyanyikan lagu cengkerama di telingaku. Suara kicauan burung mengirinya,
membuhulkan kegembiraan. Gerimis bergemercik, menetas kecil-kecil, keharmonisan
dalam sebuah kebersamaan.
Itulah yang terlintas dalam kepala saya ketika
harus menuliskan kenangan tentang ‘hujan’. Semua orang pasti memiliki
kenangan yang istimewa ketika hujan
turun. Pada tanggal 08 sampai 09 Oktober 2016, saya beserta panitia Himpunan
Mahasiswa Prodi (HMP), peserta diklat Pengenalan Program Studi (PARODI) III dan
beberapa dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, berangkat ke Desa
Kwanyar, Kabupaten Bangkalan-madura. Sebelum berangkat, kami berkumpul di
Auditorium, mengecek perlengkapan dan melakukan persiapan.
Kami menunggu truk yang akan membawa kami ke
sana hampir satu jam lebih. Ketika kami menunggu, hujan turun dengan deras
disertai angin kencang. Saya berdo’a pada Yang Maha Kuasa agar kami semua
berangkat dengan keadaan baik serta dilancarkan acara diklat PARODI III.
Tidak lama kemudian hujan reda. Truk pun datang.
Saya meminta sebagian panitia dan seluruh peserta diklat parodi III segera naik
ke truk. Saya dan sebagian panitia lainnya menunggu mobil truk yang satunya
lagi. Selang beberapa menit, truk pun datang. Saya menaiki truk itu dengan
tergesa-gesa. Hujan turun lagi. Dosen yang ikut ‘meramaikan’ acara diklat
bersama ketua umum HMP PBSI berangkat
dengan menggunakan sepeda motor.
Selama perjalanan, hujan tak kunjung reda. Kami
menghabiskan moment itu dengan
canda-tawa bersama. Kami bernyanyi bersama. Kami seolah tidak mengenal letih.
Kami senang menikmati hujan dalam kebersamaan, dalam solidaritas tanpa batas. Sebab,
hujan satu anugerah terindah Yang Maha Kuasa.
Saya senang sekali, ketika hujan turun dalam
keadaan kami bersama. Walaupun dalam perjalanan seorang teman sakit, kami
merangkulnya dengan canda tawa. Teman yang yang sakit itu menjadi ceria. Ia
seperti melupakan sakitnya demi kebahagiaan bersama. Kisah perjalanan ke Desa
Kwanyar penuh dengan moment gara-gara hujan.
Ketika kami sampai di Desa Kwanyar, hujan reda.
Tempat diklat PARODI III ternyata di tepi pantai. Kami langsung bersiap-siap
untuk melakukan do’a bersama, agar
diberikan kelancaran. Do’a bersama itu dipimpin oleh saudara Amrullah. Selesai
do’a bersama, kami melanjutkan kegiatan: memasak untuk persiapan makan siang.
Sebagian panitia lainnya membangun tenda bersama peserta diklat.
Saya, Himma, Puya dan Mbak Yunita Putrianti
mulai meracik bahan yang akan dimasak. Tidak lama kemudian, hujan turun
kembali. Kami masuk tenda, dan ternyata tendanya bocor. Saya melihat Bapak
Wahid, Ketua Prodi PBSI, Pak Set Wahedi, Bapak Moh. Jamiul Amil, Kak Gangsar
dan Kak Helmi berteduh di bawah banner. Saya sangat kedinginan, karena sejak
perjalanan ke desa kwanyar sudah diguyur hujan.
Pukul 16.00 WIB, selesai makan bersama, kami
persiapan mandi. Mandi pun, kami harus antri dengan peserta diklat. Selesai
mandi, kami shalat ashar dengan para dosen. Alangkah indahnya kebersamaan walau
di bawah derap kaki hujan.
Saya menjalin kebersamaan dengan adik-adik
mahasiswa baru Prodi PBSI. Selesai shalat, saya bersama peserta diklat, panitia
diklat dan Pak Set Wahedi atau lebih dikenal Pak set, dan Pak Alul kembali ke
tempat diklat untuk berfoto-ria sebagai kenang-kenangan kami di Desa Kwanyar
untuk kegiatan diklat PARODI III Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Ketika itu, Bapak Wahid tidak bisa mengikuti foto bersama. Beliau izin terlebih
dulu untuk pulang, karena suatu acara yang tidak bisa ditinggalkan.
Kami semua melaksanakan acara diklat selama dua
hari satu malam. Kami menikmati kebersamaan dalam suasana aroma pantai.
Kebersamaan di saat makan bersama sangatlah erat. Kami belajar untuk saling
berbagi dengan yang lain, tanpa adanya ego di antara masing-masing panitia dan
peserta diklat.
Malam harinya, kami melaksanakan shalat maghrib
dan isya’ secara berjama’ah. Selesai shalat, sebagian panitia diklat
mempersiapkan lampu dan tempat untuk kajian materi sastra yang akan disampaikan
Pak Set. Sebagian lainnya memasak untuk makan malam di masjid pabrik. Materi
yang disampaikan Pak Set begitu menarik. Ia memberi motivasi bagi peserta
diklat maupun panitia yang ikut berpartisipasi pada kajian tersebut.
Selesai kajian, kami persiapan makan malam
bersama. Selesai makan, saya bercanda-ria bersama mahasiswa baru. Ketika hendak
tidur di masjid pabrik, gerimis mengguyur Desa Kwanyar. Saya bersama Mbak Rima
tidak tidur. Kami berdua kembali ke tempat diklat untuk merapatkan barisan
bersama Ketua Umum HMP, Kak Helmi dan Pak Set. Kami membicarakan kelanjutan
acara keesokan harinya.
“Pak, bagaimana untuk kelanjutan acara diklat
besok? Apakah mau diteruskan atau tidak? Takutnya kalau diteruskan hujan lagi,”
saya meminta masukan dari Pak Set.
“Tidak apa-apa, dilanjutkan saja. Banyak berdo’a
supaya acara besok lancar sampai penutupan acara diklat. Besok ada penjelajahan
buat mahasiswa baru kan? Eman kalau
tidak diteruskan. Kita semua sudah jauh-jauh ke sini, masak tidak dapat ilmu
dan pengalaman?” sanggah Pak Set dengan raut disergap dingin.
Waktu menunjukkan pukul 23.00 WIB, saya, Mbak
Rima, Kak Helmi dan Amrullah mendiskusikan acara penutupan diklat. Setelah itu,
kami tidur di alam terbuka di samping pantai. Saya kembali ke masjid ketika
waktu shalat shubuh. Kami melaksanakan shalat shubuh berjama’ah dan selesianya
kami antri mandi.
Ketika pukul 07.45 WIB, saya dan peserta diklat
melakukan senam pagi. Panitia yang lain persiapan masak. Senam berakhir,
dilanjutkan dengan outbound. Outbound
berakhir, dilanjutkan dengan makan pagi bersama. Selesai shalat dhuhur, peserta
diklat melaksanakan penjelajahan dan diberhentikan di berbagai pos. Posnya ada
4 (empat). Di pos tiga dan empat, peserta diberi motivasi. Di pos satu dan dua,
peserta diberi berbagai pertanyaan mengenai kemahasiswaan.
Waktu terus bergulir, dan sore menandai
penutupan acara diklat PARODI III. Acara penutupan berlangsung dengan lancar.
Alhamdulillah, acara diklat dari awal
sampai akhir berjalan dengan lancar walau cuaca kurang mendukung.
Saya berkemas-kemas bersama semua panitia dan
peserta diklat untuk pembubaran tenda. Selesai pembubaran tenda, kami mandi dan
shalat. Selesai itu kami menunggu jemputan truk. Tidak lama kemudian, truk
datang. Kami semua naik ke atas truk menuju ke kampus tercinta.
Sampai
sekarang masih terbayang dalam kepala saya, ketika perjalanan pulang kami
menyanyikan lagu-lagu kebanggaan mahasiswa: Buruh Tani, Totalitas perjuangan
dan lainnya. Walaupun dalam perjalanan pulang hujan lebat, itu tidak mengurangi
semangat kami untuk menyanyikan lagu kebanggaan mahasiswa. Sesekali kami
berteriak menyambut hujan: hidup mahasiswa! Hidup Kak Helmi! Hidup (calon)
Gubernur FIP! Di tengah teriakan teman-teman, secuil doa menyembul dalam hati
saya: Ya, Allah, jadikanlah Kak Helmi Yahya Gubernur FIP, UTM. Amiin!
Hidup Helmi
BalasHapus