Langsung ke konten utama

Kebersamaan Mengajarkan Kekuatan

Oleh David Hidayat, Mahasiswa FIP 2015 asal Bangkalan
Kenangan, seperti suratan antara sedih dan kebahagiaan. Namun kenangan ini akan aku ceritakan dari sisi yang membuatku tertawa. Bangga, ya bangga. Kenangan ini aku mulai semenjak bergabung dengan teman-teman Himpunan Mahasiswa Prodi (HMP) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FIP, Universitas Trunojoyo Madura. Tidak ada hal yang mewah atau menarik di himpunan itu. Semuanya biasa-biasa saja. Yang menjadi luar biasa dan menjadi kenangan tersendiri adalah orang-orang yang berkomitmen di dalamnya. Orang pertama yang aku kagumi adalah ketua umum HMP PBSI, Helmi Yahya. Orangnya sederhana, lucu, dan enak diajak ngobrol.
Pertama kali aku ketemu Helmi adalah ketika aku menjadi mahasiswa baru. Saat itu dia menjadi sie acara ospek fakultas. Aku mencoba mendekatinya sembari becanda. Aku lihat dia memang suka becanda. Sikapnya yang bertanggungjawab serta kepedulian terhadap semua teman, membuatku semakin kagum. Aku ingin berteman dengannya. Setiap hari aku bertemu dengannya. Ya, memang orangnya mudah ditemukan. Sosoknya yang besar, seperti terlihat di mana-mana.
Menjadi anggota HMP PBSI periode 2016 adalah awalku berproses bersama Helmi dan teman-teman yang lain untuk membangun HMP PBSI menjadi lebih baik. Wajarlah semangat itu memenuhi kepalan tangan kami. HMP PBSI baru 4 tahun berdiri. Semuanya baru diproses untuk menjadi lebih tegak lagi. Aku merasa, Helmi menganggapku bukan sekadar teman. Dia menganggapku rekan kerja yang solid dan bisa diajak kompromi. Itu hanya perasaanku saja. Kebetulan aku juga menjabat sebagai wakil ketua umum. Semua permasalahn di HMP aku juga tahu.
Kegiatan pertamaku yang berkesan bersama Helmi adalah, pelantikan dan kemah sastra. Dalam persiapan pelantikan memang aku tidak menyiapkan apa-apa. Saat itu aku sakit demam berdarah selama dua minggu. Jadi persiapan setelah pemilihan anggota baru, aku tidak ikuti sama sekali. Seusai pelantikan dilaksanakan, ada jeda untuk shalat Jum’at. Setelah itu kegiatan kemah sastra.
Beberapa persiapan belum dipersiapkan, seperti bambu dan sound system. Aku dan beberapa panitia pergi ke rumah Helmi untuk mengambil barang-barang tersebut.  Setelah semua perlengkapan terkumpul, kami mulai menyiapkan tenda. Malam saat suasana kemah tiba, aku ngobrol-ngobrol dengan Helmi sembari menyaksikan kegiatan yang berlangsung. Pembicaraan tersebut mengenai situasi dan kondisi di saat kemah yang kurang kondusif karena beberapa teman mulai kesurupan.
Seusai kegiatan kemah sastra, Minggu siang kami membereskan semua peralatan kemah. Setelah semuanya rampung, dikemas, panitia pun dipulangkan. Hanya tersisa 4 orang, yaitu aku, Helmi, Romen, Dayat. Kami masih menunggu beberapa peralatan dan sound system yang belum diambil pemiliknya. Mulai pukul 11.00 sampai pukul 14.00 kami menunggu. Sembari menunggu kami tidur-tiduran di depan ruangan BEM-F karena tidak tidur semalaman. Sementara itu pula Helmi bersama Romen keluar membeli jajan dan minuman untuk kami. Alhamdulillah, kami masih bisa bersyukur dengan kebersamaan itu. Terutama aku pasti akan rindu dengan kenangan itu.
Banyak hal, pengalaman dan kenangan yang aku jalanai bersama teman-teman HMP PBSI 2016, terutama bersama Helmi. Kita mencari hutangan dana demi terlaksananya kegiatan di PBSI. Sedih-senang kita tanggung bersama. Setelah periode ini selesai, aku berusaha untuk berproses seperti Helmi di HMP PBSI. Semoga niatan yang baik ini dapat membantuku untuk membangun PBSI menjadi lebih baik, idealis, serta kritis. Mohon do’anya, ya teman-teman. Kita wujudkan HMP PBSI yang benar-benar dikenal oleh seluruh mahasiswa UTM ataupun masyarakat luas dari kretivitas dan prestasinya yang baik. Dan semoga Helmi sukses menjadi Gubernur FIP, UTM. Aamiin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inilah Ciri Khas Kami: Baca Puisi

Oleh Nahdliya, mahasiswa PBSI 2015 asal Pantura Jawa Helmi Yahya? Begitulah penuturannya saat aku pertama kali mengenalnya. Pertama kali kami berjumpa dan bertatap muka, tepatnya saat aku melewati masa-masa ospek di lingkup Prodi PBSI. Aku sempat heran dan meragukan nama aslinya. Apakah benar seperti itu atau hanya sebagai dalih agar dia tenar di kalangan maba. Oh hanya Tuhan yang tahu mengenai namanya. Dia memperkenalkan diri pada kami sebagai wakil ketua HMP saat itu. Aku sempat berpikir keras, mencoba memahami jabatan yang dipegangnya. Bukan meragukan, tapi lebih ke arah tidak percaya. Setahuku dia konyol, lucu, gokil dan entah apa lagi. Segalayang berbau komedi melekat pada dirinya. Itu yang membuat aku tidak percaya dengan jabatan wakil ketua HMP yang dipegangnya. Di awal pertemuan dengan suasana lingkungan perguruan tinggi, aku lebih memilih acuh tak acuh tentang kak Helmi. Entah dia mau menjadi apaatau menjabat apa. Beberapa hari mengikuti ospek, aku mulai mengerti sisi

Es Lilin Cabbi

Oleh  Kuswanto Ferdian, King Favorit UTM 2016 dan Mahasiswa PBSI 2014 asal Pamekasan Perkenalkan namaku Kuswanto Ferdian. Kalian bisa memanggilku Wawan. Kawan-kawan  di desa memanggilku “Phebeng”. Entahlah apa maksud dari panggilan itu. Aku menerima panggilan itu begitu saja. Aku berasal dari Pulau Garam Madura. Waktu aku masih kanak-kanak , aku sering bermain dengan kawan-kawan d esaku, D esa K olpajung, Pamekasan, Madura. Desaku populer dengan julukan “Kampung Hijau”. Julukan itu diberikan karena desaku sering menjuarai lomba “Adipura Kabupaten” yang diadakan setahun sekali. Selain banyak pohon yang rindang serta daunnya yang hijau, di sepanjang jalan desaku banyak bangunan dengan cat warna hijau. Baik bangunan Sekolah, toko, maupun rumah warga. Alasan itulah yang menjadikan desaku mandapat julukan “Kampung Hijau”. Desaku memiliki beberapa permainan tradisional. Permainan yang paling aku sukai waktu kanak-kanak, permainan “ E s Lilin Cabbi ” . P ermainan ini hampir sam

Pak Anu

O leh Dwi Ajeng Kartini Selama kuliah dua semester -dari semester satu sampai semester dua- baru kali ini aku bertemu dan diajar oleh dosen unik. Dikatakan unik karena cara mengajarnya santai dan mudah dipahami. Cara menyampaikan materi sangatlah berbeda dengan dosen lain yang cenderung membuat tegang. Hehe. Beliau adalah Bapak Salamet Wahedi. Sebelum ‘mengenal’nya, kami sudah mengetahuinya. Beliau adalah dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Desas-desisnya, beliau termasuk dosen killer , tentu aku langsung kaget. Aku takut ketika mendengar, beliau dosen yang killer . Aku takut, beliau di kelas sangat kaku, membosankan, dan tentu -saja bicara dosen killer - pelit nilai. Jujur saja, saat petama melihatnya memang benar terlihat seperti dosen killer. Aku sempat bingung karena pertama masuk, beliau duduk hanya diam. Aku sampai berpikir, sebenarnya dosen ini sedang marah atau memang gayanya seperti ini? Dengan tatapan mata yang sinis dan tidak mau menatap mahasiswa,