Oleh Dian Apriatin*
Dalam kesunyian sore, nyanyian alam mulai
terdengar. Sayup-sayup angin berhembus menggetarkan jiwa dalam kehangatan
senja. Bukit-bukit di ujung pandang seketika menghilang bersama kekalutan hati
dalam diam. Senja mulai menua. Seperti kita. Umur kita. Dan juga kehidupan
kita. Kita menjauh dari masa lalu, berlalu meninggalkan jejak dalam harumnya
kenangan manis itu. Menjelma menjadi manusia dewasa yang mencari kesejahteraan
hidup sepenuhnya. Hati berbisik seolah ada sesuatu yang tertinggal, namun tetap
mengikuti kita dari belakang.
Aku telah mencapai titik di mana aku kembali
melihat ke belakang. Menengok dan memandang kembali salah satu dari ribuan
kenangan usang. Seperti burung, aku telah bebas terbang menelusuri seluruh
alam. Tapi sepertinya ada beberapa kenangan yang tak bisa untuk dilupakan.
Kembali ku mengenang manisnya kenangan masa lalu. Masa kecil yang mengharuskan
aku bersosialisasi dengan teman sebaya setiap harinya. Masa kecil di mana hanya
ada canda tawa. Masa kecil yang tak mengenal sedih dan duka nestapa. Mereka,
teman-teman masa kecilku yang hidup dalam bayangan masa lalu. Masih ingatkah
dengan teman ingusanmu ini?
Umur memaksaku untuk dewasa. Memaksaku mengejar
semua harapan dan cita-cita. Memaksaku meninggalkan semua cerita indah di masa
sebelumnya. Namun, beberapa masa akan tetap tertinggal dan terkenang dalam
memori ingatan meski aku telah jauh meninggalkan. Dulu, sepuluh tahun yang lalu
adalah masa di mana aku masih belum mengenal pedihnya kehidupan dan cinta.
Hanya permainan dan senyuman lebar yang tercipta. Tak ada sedikitpun kebohongan
di antara kami. Masa lalu, aku merindukanmu.
Bermain adalah salah satu cara kami
mengekspresikan rasa solidaritas. Puluhan permainan telah kami coba. Semuanya
begitu berkesan, khususnya permainan bola bekel. Aku memiliki banyak teman di
masa kecil. Entah itu teman-teman di lingkungan sekolah, juga teman-teman di
lingkungan rumah. Namun dari mereka semua lebih dominan anak perempuan. Mungkin
karena hobi dan kebiasaan kami sama. Akan tetapi, tak sedikit dari mereka
adalah laki-laki. Biasanya kita bermain setelah pulang sekolah. Bisa juga
ketika hari minggu. Karena hari minggu adalah "hari bermain sedunia".
Itulah prinsip yang kami pegang teguh semasa kecil. Tapi kini, minggu dan senin
pun hampir tidak bisa aku bedakan. Rutinitas harian yang selalu memaksaku untuk
menyibukkan diri dengan tugas-tugas kuliah membuatku tak memiliki hari libur.
Waktu libur adalah waktu ketika aku tidur saja.
Sekolah telah usai. Waktunya menutup buku dan
meletakkan tas di atas meja kamar. Setelah makan siang selesai, biasanya aku
dan teman-temanku berkumpul di rumah untuk bermain bersama. Kami mendiskusikan
beberapa permainan tradisional yang belum pernah kami coba sebelumnya. Bukan
karena kami baru mengenalnya, namun tak ada alat permainan yang bisa digunakan.
Waktu itu kami sepakat untuk bermain bola bekel. Salah satu permainan masa
kecil di mana melibatkan beberapa orang di dalamnya. Biasanya yang memainkan
adalah anak perempuan, akan tetapi ada salah satu temanku yang ingin ikut
bermain bersama kami. Dia adalah seorang laki-laki yang memiliki kepribadian
lembut. Orangnya terlihat begitu kemayu dan sering bergaul dengan anak
perempuan. Dan kebetulan temanku yang laki-laki itulah yang memiliki
seperangkat bola bekel tersebut. Karena waktu itu permainan bola bekel baru
kami kenal sehingga untuk memiliki bola bekel itu masih jarang sekali.
Permainan bola bekel adalah permainan kompetisi.
Biasanya dimainkan oleh beberapa orang tapi bermainnya secara perorangan.
Sebelum permainan dimulai, biasanya kami duduk melingkar di atas lantai. Waktu
itu kami bermain dengan lima orang pemain termasuk aku. Sebelum permainan
dimulai, kami menentukan siapakah orang yang berhak bermain duluan. Untuk
menentukan hal tersebut, kami menggunakan hompimpah yang biasa kami sebut
dengan istilah goyangan tangan. Kita melakukan hompimpah dengan
membolak-balikkan tangan secara bersamaan dan dicari satu di antara lima tangan
itu untuk menjadi pemain utama yang memainkan bola bekel tersebut. Empat orang
yang lain melakukan hal yang sama secara berurutan hingga ditemukan urutan yang
bermain pada tahap ke dua dan selanjutnya.
Permainan bola bekel biasanya menggunakan bola
karet dan biji bekel. Akan tetapi di lingkungan rumahku, kami biasa mengganti biji
bekel itu dengan kuningan atau semacam plastik yang dicetak seperti biji bekel.
Kami biasa menggunakan 8 sampai 12 biji bekel tersebut. Dan cara memainkannya
juga sangat mudah, tidak begitu sulit untuk anak-anak seumuran kami. Anak yang
mendapat giliran pertama kali, memulai permainannya dengan melambungkan bola
karet diikuti dengan menaburkan biji bekel tersebut ke atas lantai. Kemudian
dia melambungkan bola karet itu lagi, dan ketika bola sedang melambung ke atas ia
segera mengambil biji bekel sesuai dengan tingkatannya. Misalnya, pada tahap
pertama dia mengambil biji bekel satu per satu dan begitu seterusnya hingga
tahap ke 12 jika biji bekel menggunakan 12 buah.
Setelah tahap-tahap itu dilalui, maka akan berlanjut
ke tahap berikutnya. Yaitu tahap di mana biji bekel tidak diambil secara acak
lagi namun ditata sesuai urutan dan di balik sesuai aturan main. Tahap pertama,
biji bekel yang acak akan di balik hingga telentang semua. Biji bekel yang
sudah telentang ini akan diambil satu per satu dengan melambungkan bola karet
terlebih dahulu. Biji bekel yang telentang ini biasa kami sebut dengan
"put". Pada tahap “put”, satu per satu dari biji bekel diambil sesuai
dengan urutan angka permainan. Setelah tahap "put" selesai, berlanjut
ke tahap biji bekel di balik hingga tengkurap. Biji bekel yang tengkurap ini
disebut dengan istilah "re". Kemudian setelah tahap "re"
diselesaikan akan berlanjut ke tahap di mana biji bekel di miringkan ke kiri
yaitu biasa kami sebut dengan istilah "akhlak". Setelah tahap
"akhlak" selesai, akan berlanjut ke tahap biji bekel di miringkan ke
kanan yaitu biasa kami sebut dengan istilah "es". Setelah tahap-tahap
dalam semua tingkatan itu selesai, maka tingkatan dalam permainan ini selesai
dan berlanjut ke tahap terakhir yang biasa kami sebut dengan istilah
"rangkos". "Rangkos" adalah gabungan dari tahap-tahap
permainan bola bekel hingga selesai. Namun yang perlu diperhatikan adalah
ketika biji bekel tidak terambil dan bola terlanjur jatuh ke lantai, maka
permainan dilanjutkan oleh pemain kedua dan seterusnya.
Diperlukan teknik dan strategi yang harus
dimiliki setiap pemain agar permainan tidak cepat usai hingga diganti oleh
pemain selanjutnya. Permainan ini mengajarkan kita arti pentingnya kebersamaan
meskipun di dalamnya terdapat sebuah kompetisi tanpa saling menyenggol dan
menyingkirkan pemain lain. Bermain tanpa kecurangan adalah prinsip kami. Tanpa
kita sadari, semenjak kecil kita diajarkan untuk berperilaku baik. Entah itu
dalam sebuah permainan atau dalam kehidupan nyata sekalipun. Banyak makna yang
tersirat yang tidak kita ketahui dalam sebuah permainan tradisional yang sampai
sekarang masih jelas terngiang di pikiran kita.
Permainan masa kecil yang biasa dimainkan
hanyalah sebagian dari masa lalu yang akhirnya akan menjadi kenangan. Akan
terbuang ketika kita telah dewasa, bahkan sedikitpun tak terbersit dalam
ingatan. Untuk mengenang dan mengingatkan kembali salah satu permainan yang
masih saja mengikuti ingatan dalam pikiranku ialah menuliskan permainan itu
pada sebuah catatan harian. Cara ini memang tak akan mengembalikanku pada
kehidupan masa lalu, kehidupan saat menjadi anak-anak yang tak mengenal
kerasnya perjuangan untuk mempertahankan hidup. Setidaknya ketika aku menulis
catatan ini, kenangan manis dalam bayangan semu itu tak akan pernah hilang
meskipun hanya dalam ingatan usang.
Rutinitas sore menjelang malam kembali aku
lakukan. Melewati dengan hangatnya secangkir teh buatan tangan sendiri.
Merindukan kampung halaman. Entah seperti apa keadaan rumah setelah
berbulan-bulan tidak pulang. Aku merindukan suasana kebersamaan, sebagian besar
merindukan canda tawa itu terlontar kembali ketika aku telah pulang dari
perantauan. Ku telusuri lagi dalam ingatan, bayang-bayang semu tentang
keajaiban di masa kelam. Mungkin dulu aku sempat marah dan kesal ketika jadwal
tidurku diganggu oleh mereka (teman-teman masa kecilku), tapi sekarang
masa-masa itu ingin aku ulang bersamaan dengan kesendirian yang aku rasa kini
sudah menjadi sebuah kebiasaan.
Harapan dalam kesendirian tanpa usaha adalah
kosong. Di mana aku harus tetap berjuang melewati getirnya kehidupan. Meski
keadaan memaksaku berjuang dan membuat pertahanan lebih mendalam. Jingga
membayang meninggalkan sayatan hitam di garis langit perantauan. Serpihan-serpihan
sesal tetap melekat meninggalkan bekas nyanyian malam dalam kesendirian. Ku
tiup abu dalam genggaman tangan kiriku. Melebur dan menjatuhkan bagiannya di
atas pasir yang sedang ku pijak. Aku pikul kembali beban dalam pundak.
Menyongsong hari esok dalam kemenangan yang aku harap akan segera beranjak.
Teman kecil. Ia atau bahkan mereka pernah
mengukir kenangan dalam ingatan masa lalu. Meninggalkan ribuan cerita dalam
bait puisi yang pernah tercipta dengan sempurna. Aku termasuk dalam bagiannya.
Mereka adalah bagian yang menjadi figur utama. Memaksaku untuk mengenang dan
tertawa sendiri jika mengingatnya. Selamat berjuang teman-teman tercinta,
mungkin sekarang kita terpisah oleh beberapa perantara. Namun kalian tetap di
hatiku selamanya. Selamat berjuang kawan. Selamat berjumpa di tangga
kesuksesan. Permainan bola bekel adalah saksi bisu kenangan masa kecil kita.
Komentar
Posting Komentar