Langsung ke konten utama

Sahabat, Mari Gelorakan Harapan Itu...

Oleh Budi A.

Ingat loh, bukan Sekedar Pergerakan. Mau Apa Tidak Maju Bersama ?

Di dalam gerakan jangan pernah meminta dan berharap. Anda mau meminta dan berharap pada siapa ? Gerakan adalah soal memberi. Kalau Anda bergabung dengan gerakan hanya "mengharap", saya kira Anda di tempat yg salah. Karena sejatinya gerakan juga dari oleh dan untuk orang yg bergerak itu sendiri.

Saya kira, kita sudah sama-sama paham manfaat belajar, bediskusi, berjejaring, bekerjasama,  membangun komunikasi dan sebagainya. Pasti banyak manfaat ketika kita memberi dan kita menerima. Pertanyaannya, bisakah kita maju bersama? Banyak lembaga yang menaungi PMII, mulai dari NU, Kemenkumham, Kemenpora dan lainnya yang bisa memudahkan kita berorganisasi. Hanya saja kitanya mau apa tidak maju bersama?

Di tataran internal kampus, PMII sebenarnya bisa memberikan manfaat yang banyak. Mulai dari memberikan ruang diskusi dan pelatihan bagi mahasiswa; membina dan mendistribusikan kader-kadernya untuk aktif dalam lembaga-lembaga kampus, bahkan mendorong kader-kader terbaik memimpin lembaga-lembaga tersebut dalam rangka untuk meneguhkan perjuangannya dalam menyalurkan aspirasi mahasiswa di segala lapisan, baik aspirasi pada akademisi maupun para aktivis kampus, hingga dapat mendorong kampus ke arah yang lebih baik. Hanya saja lagi-lagi kita mau apa tidak?

Banyak mahasiswa yang aktif menjadi aktivis di kampusnya. Namun ketika kembali ke masyarakat mereka enggan berbaur. Padahal proses di ormawa pada saat jadi mahasiswa "aktivis" saya kira sudah cukup. Apa mungkin kita menganggap organisasi hanya perjalanan program kerja yang akhirnya aktivitas kita monoton? Kalau itu yang terjadi, alangkah kecil perspektif kita.

Saya kira tidak seperti itu. Banyak hal yang dapat kita kembangkan. Ibaratnya begini, mahasiswa yang menjadi presiden mahasiswa, atau para menteri di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) adalah gambaran masa depan Presiden dan para Menteri di pemerintahan Republik ini. Karena itu, sudah semestinya kita mempersiapkan diri dengan benar untuk membangun bangsa ini di masa yang akan datang.

Sama halnya dengan kita di PMII, tidak menutup kemungkinan para menteri, anggota DPR bahkan presiden pun berasal dari para aktivis PMII. Untuk saat ini kita bisa menyebut Imam Nahrowi, Khafifah Indar Parawansa, Hanif Dhakiri dan lainnya yang merupakan alumni PMII di tataran kursi menteri. Toh tidak ada salahnya kita belajar lebih untuk menjalankan dan mempersiapkan masa depan bangsa ini. Karena sejatinya menurut hemat saya, segala sesuatunya itu harus diperjuangkan.

Hanya saja kitanya mau apa tidak menjalaninya dan bersungguh-sungguh? Saya kira di PMII kita selalu diajarkan untuk membela kaum tertindas dengan berlandaskan Nilai Dasar Pergerakan, Aswaja,  Ke-Indonesiaan dan kegiatan intelektual PMII yang lain. Sudah cukup jelas untuk meyakinkan kita kalau semua itu sangat penting. Berproses di PMII itu harus sungguh-sungguh. Harus dengan semangat yang berdarah-darah -kata salah satu seniorku- agar kamu mendapat hasil yang sungguh-sungguh pula.

Kita tidak perlu menjadi "superman" untuk membuat kita maju. Bukannya kita selalu diajarkan untuk bekerjasama. Berkerjasama dan belajar bersama, saya kira cukup untuk memajukan kita bersama.

Di akhir tulisan ini, saya ingin mengigatkan umur manusia tidak ada yang tahu. 30 sampai 40 tahun ke depan bukan sebuah misteri lagi, kita yang akan memimpin di masyarakat menggantikan Pak Jokowi dan Pak Ade Komarudin yang selalu kita lihat di TV suka bicara. Bukannya manusia di lahirkan ke bumi sebagai khalifah fir ardi? Kemerdekaan yang kita nikmati hari ini merupakan perjuangan para pendahulu kita, maka masa depan tidak mungkin kita raih kalau hari ini tidak kita perjuangkan.

Budi A. nama lain Budiyanto aktivis PMII asal Dsn. Dhalem RT/RW 006/006 Desa. Pinggirpapas Kec. Kalianget Kab. Sumenep. Alumni SMKN 1 Sumenep ini tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Jurusan Ilmu Hukum Univ. Dr. Soetomo Surabaya. Dia juga pernah tercatat sebagai Ketua Umum Koperasi Mahasiswa Unitomo 2015-2016, Sekretaris 1 PMII Unitomo 2015-2016 dan Pengurus Asosiasi Koperasi Mahasiswa Surabaya (AKMS) 2016-2017. Dapat dihubungi di budi160213@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inilah Ciri Khas Kami: Baca Puisi

Oleh Nahdliya, mahasiswa PBSI 2015 asal Pantura Jawa Helmi Yahya? Begitulah penuturannya saat aku pertama kali mengenalnya. Pertama kali kami berjumpa dan bertatap muka, tepatnya saat aku melewati masa-masa ospek di lingkup Prodi PBSI. Aku sempat heran dan meragukan nama aslinya. Apakah benar seperti itu atau hanya sebagai dalih agar dia tenar di kalangan maba. Oh hanya Tuhan yang tahu mengenai namanya. Dia memperkenalkan diri pada kami sebagai wakil ketua HMP saat itu. Aku sempat berpikir keras, mencoba memahami jabatan yang dipegangnya. Bukan meragukan, tapi lebih ke arah tidak percaya. Setahuku dia konyol, lucu, gokil dan entah apa lagi. Segalayang berbau komedi melekat pada dirinya. Itu yang membuat aku tidak percaya dengan jabatan wakil ketua HMP yang dipegangnya. Di awal pertemuan dengan suasana lingkungan perguruan tinggi, aku lebih memilih acuh tak acuh tentang kak Helmi. Entah dia mau menjadi apaatau menjabat apa. Beberapa hari mengikuti ospek, aku mulai mengerti sisi

Es Lilin Cabbi

Oleh  Kuswanto Ferdian, King Favorit UTM 2016 dan Mahasiswa PBSI 2014 asal Pamekasan Perkenalkan namaku Kuswanto Ferdian. Kalian bisa memanggilku Wawan. Kawan-kawan  di desa memanggilku “Phebeng”. Entahlah apa maksud dari panggilan itu. Aku menerima panggilan itu begitu saja. Aku berasal dari Pulau Garam Madura. Waktu aku masih kanak-kanak , aku sering bermain dengan kawan-kawan d esaku, D esa K olpajung, Pamekasan, Madura. Desaku populer dengan julukan “Kampung Hijau”. Julukan itu diberikan karena desaku sering menjuarai lomba “Adipura Kabupaten” yang diadakan setahun sekali. Selain banyak pohon yang rindang serta daunnya yang hijau, di sepanjang jalan desaku banyak bangunan dengan cat warna hijau. Baik bangunan Sekolah, toko, maupun rumah warga. Alasan itulah yang menjadikan desaku mandapat julukan “Kampung Hijau”. Desaku memiliki beberapa permainan tradisional. Permainan yang paling aku sukai waktu kanak-kanak, permainan “ E s Lilin Cabbi ” . P ermainan ini hampir sam

Pak Anu

O leh Dwi Ajeng Kartini Selama kuliah dua semester -dari semester satu sampai semester dua- baru kali ini aku bertemu dan diajar oleh dosen unik. Dikatakan unik karena cara mengajarnya santai dan mudah dipahami. Cara menyampaikan materi sangatlah berbeda dengan dosen lain yang cenderung membuat tegang. Hehe. Beliau adalah Bapak Salamet Wahedi. Sebelum ‘mengenal’nya, kami sudah mengetahuinya. Beliau adalah dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Desas-desisnya, beliau termasuk dosen killer , tentu aku langsung kaget. Aku takut ketika mendengar, beliau dosen yang killer . Aku takut, beliau di kelas sangat kaku, membosankan, dan tentu -saja bicara dosen killer - pelit nilai. Jujur saja, saat petama melihatnya memang benar terlihat seperti dosen killer. Aku sempat bingung karena pertama masuk, beliau duduk hanya diam. Aku sampai berpikir, sebenarnya dosen ini sedang marah atau memang gayanya seperti ini? Dengan tatapan mata yang sinis dan tidak mau menatap mahasiswa,