Langsung ke konten utama

Minggu bersama Mbak Wiwik Afifah

Oleh Mega Agustini

Kaummudapergerakan-Karanganyar. Minggu,12 Oktober 2014, komunitas Mata Desa mengadakan workshop “Perempuan Membaca dan Menulis” dengan pengisi acaranya adalah mbak Wiwik Afifah ( Dosen UNTAG Surabaya dan beliau aktif di KPI Koalisi Perempuan Indonesia). Acara tersebut dihadiri oleh beberapa siswi SMA dan mahasiswa. Tidak hanya perempuan saja yang ikut hadir dalam acara tersebut. Kak Salamet, Kak Anwar, Kak Durahman dan Kak Dodi juga ikut hadir. bagaimana tidak, mereka adalah panitia acara Workshop ini.

Di dalam undangan acara di mulai jam 08.00. Namun sampai jam 09.00 tidak banyak yang hadir. Hanya beberapa siswi saja yang hadir. Akhirnya dengan jumlah 12 orang beserta Mbak Wiwik kami memulai acaranya.

Salam pembuka diucapkan Mbak Wiwik dengan manis. Beliau mulai memperkenalkan diri dan menyebutkan kegiatan-kegiatan yang sering beliau lakukan. Selain itu beliau juga menyebutkan kelebihan yang dimilikinya. Setelah memperkenalkan diri beliau, kini giliran kami yang memperkenalkan diri kami kepada beliau. Satu persatu dari kami mulai meperkenalkan diri.

Usai perkenalkan diri, Mbak Wiwik mengajak kami untuk berdiri. Awalnya kami bertanya-tanya mengapa kami disuruh berdiri. Kami semua berdiri, kemudian Mbak Wiwik membagi kami menjadi 2 kelompok, yang setiap kelompok terdiri atas 6 orang. Ternyata beliau mengajak kami bermain sebagai permulaan acara.

Dalam permainan ini setiap kelompok membuat lingkaran kecil dengan tangan bersalaman dengan teman di hadapannya. Tidak boleh bersalaman dengan teman kanan-kirinya. Kemudian tangan kiri juga bersalaman dengan teman sebelah kiri, namun dari belakang. Di mana teman yang di kiri tangannya harus ditekuk agar bisa bersalaman dengan teman di sebelah kanannya. Setelah semua tangan bersalaman, kini Mbak Wiwik memerintahkan kami membuat lingkaran kembali dengan tangan yang saling bersalaman. Kesibukan di antara kelompok membuat suasana sedikit ramai. Akhirnya kami bisa membuat lingkaran meski tangan kami saling bersalaman.

Berhasil kami membuat lingkaran, ternyata tersimpan pertanyaan dalam permainan itu. Kemudian Mbak Wiwik bertanya kepada setiap kelompok. Kelompok 1 ditanyakan kemudahan dalam membuat lingkaran itu. “Karena kami kompak,” ucap salah satu anggota kelompok 1. Sedangkan pertanyaan untuk kelompok 2 adalah kebalikan dari kelompok 1, yaitu apa kesulitan dalam membuat lingkaran itu. “Karena tangan kami saling bersalaman,” jawab salah satu anggota kelompok 2. “Krena banyak yang berkomando sehingga menyulitkan kami untuk bertindak,” sambungnya kembali.

Setelah permainan, kami diperintahkan untuk duduk kembali. Selanjutnya Mbak Wiwik memberikan pertanyaan lagi. “Apa peran seorang ayah dan ibu?Ucapnya yang ditujukan kepada kedua kelompok.

Setelah beberapa jam, ternyata ada salah satu teman ‘jauh’ Kak Salamet yang juga ingin ikut dalam acara ini. Beliau adalah ibu Dian, Pustakawan Universitas Wiraraja, Sumenep. Beliau datang bersama suami dan anaknya. Hanya saja yang ikut dalam acaranya ini hanya Ibu Dian. Seusai Ibu Dian memperkenalkan diri, Mbak Wiwik mengajak kami bermain kembali. Kami dibagi menjadi 2 kelompok yang terdiri atas 5 orang karena ada diantara kami yang sudah pulang duluan karena ada kepentingan. Permainannya adalah bermain suit dan siapa kelompok yang kompak akan mendapatkan hadiah sebuah buku. Setiap kelompok diberi waktu untuk berunding jari mana yang akan digunakan dalam permainan ini. Sebelum permainan dimulai, kami melakukan pemanasan dulu dan mencobanya. Babak pertama setiap kelompok sama- sama kompak. Kemudian Mbak Wiwik memberikan waktu 3 menit untuk berunding kembali. Babak kedua dimulai, akhirnya kelompok saya menang.

Lama kami berbincang-bincang dengan Mbak Wiwik. Tak terasa suara adzan dzuhur berbunyi. Kami berhenti sejenak. Kemudian kami melanjutkan kembali, namun hanya beberapa menit saja. Setelah acara ini selesai kami semua mendapatkan hadiah sebuah buku.

*Mega Agustini, siswa SMAN 1 Kalianget, Sumenep

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inilah Ciri Khas Kami: Baca Puisi

Oleh Nahdliya, mahasiswa PBSI 2015 asal Pantura Jawa Helmi Yahya? Begitulah penuturannya saat aku pertama kali mengenalnya. Pertama kali kami berjumpa dan bertatap muka, tepatnya saat aku melewati masa-masa ospek di lingkup Prodi PBSI. Aku sempat heran dan meragukan nama aslinya. Apakah benar seperti itu atau hanya sebagai dalih agar dia tenar di kalangan maba. Oh hanya Tuhan yang tahu mengenai namanya. Dia memperkenalkan diri pada kami sebagai wakil ketua HMP saat itu. Aku sempat berpikir keras, mencoba memahami jabatan yang dipegangnya. Bukan meragukan, tapi lebih ke arah tidak percaya. Setahuku dia konyol, lucu, gokil dan entah apa lagi. Segalayang berbau komedi melekat pada dirinya. Itu yang membuat aku tidak percaya dengan jabatan wakil ketua HMP yang dipegangnya. Di awal pertemuan dengan suasana lingkungan perguruan tinggi, aku lebih memilih acuh tak acuh tentang kak Helmi. Entah dia mau menjadi apaatau menjabat apa. Beberapa hari mengikuti ospek, aku mulai mengerti sisi

Es Lilin Cabbi

Oleh  Kuswanto Ferdian, King Favorit UTM 2016 dan Mahasiswa PBSI 2014 asal Pamekasan Perkenalkan namaku Kuswanto Ferdian. Kalian bisa memanggilku Wawan. Kawan-kawan  di desa memanggilku “Phebeng”. Entahlah apa maksud dari panggilan itu. Aku menerima panggilan itu begitu saja. Aku berasal dari Pulau Garam Madura. Waktu aku masih kanak-kanak , aku sering bermain dengan kawan-kawan d esaku, D esa K olpajung, Pamekasan, Madura. Desaku populer dengan julukan “Kampung Hijau”. Julukan itu diberikan karena desaku sering menjuarai lomba “Adipura Kabupaten” yang diadakan setahun sekali. Selain banyak pohon yang rindang serta daunnya yang hijau, di sepanjang jalan desaku banyak bangunan dengan cat warna hijau. Baik bangunan Sekolah, toko, maupun rumah warga. Alasan itulah yang menjadikan desaku mandapat julukan “Kampung Hijau”. Desaku memiliki beberapa permainan tradisional. Permainan yang paling aku sukai waktu kanak-kanak, permainan “ E s Lilin Cabbi ” . P ermainan ini hampir sam

Pak Anu

O leh Dwi Ajeng Kartini Selama kuliah dua semester -dari semester satu sampai semester dua- baru kali ini aku bertemu dan diajar oleh dosen unik. Dikatakan unik karena cara mengajarnya santai dan mudah dipahami. Cara menyampaikan materi sangatlah berbeda dengan dosen lain yang cenderung membuat tegang. Hehe. Beliau adalah Bapak Salamet Wahedi. Sebelum ‘mengenal’nya, kami sudah mengetahuinya. Beliau adalah dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Desas-desisnya, beliau termasuk dosen killer , tentu aku langsung kaget. Aku takut ketika mendengar, beliau dosen yang killer . Aku takut, beliau di kelas sangat kaku, membosankan, dan tentu -saja bicara dosen killer - pelit nilai. Jujur saja, saat petama melihatnya memang benar terlihat seperti dosen killer. Aku sempat bingung karena pertama masuk, beliau duduk hanya diam. Aku sampai berpikir, sebenarnya dosen ini sedang marah atau memang gayanya seperti ini? Dengan tatapan mata yang sinis dan tidak mau menatap mahasiswa,