Langsung ke konten utama

Tim Bola Tangkap Desaku Menang

Oleh Mega Agustini

Kaummudapergerakan-Kalianget. Senin, 08 September 2014 saya pergi menonton bal kotap (:bola tangkap) di Kalianget bersama mbak Ismawati dan keponakan saya, Ayu. Kebetulan tim bola tangkap atau bal budi yang bertanding adalah Krisna Putra Dewa (KPD). KPD adalah tim dari desa Karanganyar. Yang menjadi lawannya adalah Si Naga dari  Desa Kalimo’ok. Bal Kotap atu Bal Budi adalah suatu permainan yang di mainkan 7 atau 9 (ada yang juga dimainkan sampai 14) orang pemain.

Setiap tim mempunyai lima (atau enam) kesempatan servis dan lima  (atau enam) kali bertahanan. Permainan ini terkenal di beberapa desa di Sumenep. Permainan ini sempat mati suri. Di tahun 2014 permainan bola tangkap atau bal budi kembali muncul.

Memang tak banyak dari desa saya yang  menonton pertandingan tersebut. Namun bukan menjadi penghalang bagi kami untuk hadir dalam pertandingan tersebut untuk men-support tim Krisna Putra Dewa. Meski hanya puluhan orang yang hadir, kami tak kalah dengan ribuan penonton yang hadir. Kami tetap semangat untuk mendukung tim kesayangan kami.

Sebelum pertandingan banyak kembang api yang terdengar mengiringi jalan para pemain Krisna Putra Dewa. Dengan gagah para pemain memasuki arena permainan. Bendera merah menyala dan berkibar di udara yang menandakan siap berperang melawan Si Naga. Di awal permainan Krisna Putra Dewa langsung menggebrak. Pada putaran pertama Krisna Putra Dewa mencetak tiga angka atau tangan tiga (3-0). Di putaran kedua kedua, kedua tim sama-sama kuat.  Tidak ada satu pemain pun yang bisa menambahkan hasil.

Baru di putaran ketiga tim Krisna Putra Dewa bisa menambah skor tangan lima (5-0). Di putaran keempat giliran Si Naga memecahkan telur menjadi tangan lima –tangan satu (5-1). Di putaran terakhir, yaitu putaran kelima kedua tim sama-sama tidak mampu menambahkan hasil.

Pengorbanan dengan hasil yang luar biasa yang dicetak Krisna Putra Dewa. Akhirnya Krisna Putra Dewa  menang dengan hasil yang cukup memuaskan 5-1. Wajah gembira terpancar dari para pemain dan penonton saat itu. Teriak kemenangan tak terhalang lagi dengan rasa malu. Dengan bangga kami kobarkan bendera kebanggaan kami. Dengan gagah kami pulang membawa kemenangan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inilah Ciri Khas Kami: Baca Puisi

Oleh Nahdliya, mahasiswa PBSI 2015 asal Pantura Jawa Helmi Yahya? Begitulah penuturannya saat aku pertama kali mengenalnya. Pertama kali kami berjumpa dan bertatap muka, tepatnya saat aku melewati masa-masa ospek di lingkup Prodi PBSI. Aku sempat heran dan meragukan nama aslinya. Apakah benar seperti itu atau hanya sebagai dalih agar dia tenar di kalangan maba. Oh hanya Tuhan yang tahu mengenai namanya. Dia memperkenalkan diri pada kami sebagai wakil ketua HMP saat itu. Aku sempat berpikir keras, mencoba memahami jabatan yang dipegangnya. Bukan meragukan, tapi lebih ke arah tidak percaya. Setahuku dia konyol, lucu, gokil dan entah apa lagi. Segalayang berbau komedi melekat pada dirinya. Itu yang membuat aku tidak percaya dengan jabatan wakil ketua HMP yang dipegangnya. Di awal pertemuan dengan suasana lingkungan perguruan tinggi, aku lebih memilih acuh tak acuh tentang kak Helmi. Entah dia mau menjadi apaatau menjabat apa. Beberapa hari mengikuti ospek, aku mulai mengerti sisi

Es Lilin Cabbi

Oleh  Kuswanto Ferdian, King Favorit UTM 2016 dan Mahasiswa PBSI 2014 asal Pamekasan Perkenalkan namaku Kuswanto Ferdian. Kalian bisa memanggilku Wawan. Kawan-kawan  di desa memanggilku “Phebeng”. Entahlah apa maksud dari panggilan itu. Aku menerima panggilan itu begitu saja. Aku berasal dari Pulau Garam Madura. Waktu aku masih kanak-kanak , aku sering bermain dengan kawan-kawan d esaku, D esa K olpajung, Pamekasan, Madura. Desaku populer dengan julukan “Kampung Hijau”. Julukan itu diberikan karena desaku sering menjuarai lomba “Adipura Kabupaten” yang diadakan setahun sekali. Selain banyak pohon yang rindang serta daunnya yang hijau, di sepanjang jalan desaku banyak bangunan dengan cat warna hijau. Baik bangunan Sekolah, toko, maupun rumah warga. Alasan itulah yang menjadikan desaku mandapat julukan “Kampung Hijau”. Desaku memiliki beberapa permainan tradisional. Permainan yang paling aku sukai waktu kanak-kanak, permainan “ E s Lilin Cabbi ” . P ermainan ini hampir sam

Pak Anu

O leh Dwi Ajeng Kartini Selama kuliah dua semester -dari semester satu sampai semester dua- baru kali ini aku bertemu dan diajar oleh dosen unik. Dikatakan unik karena cara mengajarnya santai dan mudah dipahami. Cara menyampaikan materi sangatlah berbeda dengan dosen lain yang cenderung membuat tegang. Hehe. Beliau adalah Bapak Salamet Wahedi. Sebelum ‘mengenal’nya, kami sudah mengetahuinya. Beliau adalah dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Desas-desisnya, beliau termasuk dosen killer , tentu aku langsung kaget. Aku takut ketika mendengar, beliau dosen yang killer . Aku takut, beliau di kelas sangat kaku, membosankan, dan tentu -saja bicara dosen killer - pelit nilai. Jujur saja, saat petama melihatnya memang benar terlihat seperti dosen killer. Aku sempat bingung karena pertama masuk, beliau duduk hanya diam. Aku sampai berpikir, sebenarnya dosen ini sedang marah atau memang gayanya seperti ini? Dengan tatapan mata yang sinis dan tidak mau menatap mahasiswa,