Langsung ke konten utama

Jalan untuk Menuntut Ilmu Penuh Lubang

Oleh Nur Hikmah

Kaummudapergerakan-Karanganyar. Anggota DPRD Kabupaten Sumenep  Yang Terhormat, pernah Anda sadari dan pikirkan, bagaimana kami harus menunggu janji-janjimu yang telah diumbarkan pada kami? Kami  berharap, kalian mau menepati segala janji yang kalian lontarkan pada masa kampanye. Seperti kalian tahu, satu suara kami sangat menentukan atas nasib terpilihnya kalian sebagai anggota dewan.

Karena itu, kalian hendaknya tidak membiarkan kami hanya menunggu bukti dari janji-janji kalian. Kalian hendaknya lebih peka untuk mendengar keluh-kesah kami, untuk lebih giat bekerja demi kesejahteraan kami.

Anggota Dewan Yang Terhormat, jalan yang antara Desa Karanganyar, Pinggir Papas dan Marengan Laok dipenuhi oleh lubang-lubang hitam rasa was-was kami. Jalan kami bergegas ke sekolah itu sudah tiga tahun terakhir ini mengalami rusak parah. Seorang teman pernah jatuh bersama sepeda motornya karena terperosok ke dalam lubang. Di jalan itu, kami –anak-anak sekolah- berebut melintasi jalan yang bagus dengan orang dewasa dan truck pengangkut garam.

Kami ingin bertanya: pembangunan di Sumenep selama ini “berjalan” di mana? Kenapa jalan kami menuntut ilmu masih berlubang? Kami sering merutuk: apakah kalian punya mata hati? Apakah kalian akan diam saja dengan nasib jalan kami menuntut ilmu? Apakah kalian tidak ingin anak-anak muda Sumenep menuntut ilmu dengan riang gembira?

Anggota Dewan Yang Terhomat, sekadar mengingatkan, kalian dipilih oleh dan untuk rakyat. Karena itu, kalian mengemban amanah rakyat. Bukan memikul kepentingan diri-sendiri.

Kami berharap ada perubahan dan perbaikan terhadap jalan kami menuntut ilmu. Sehingga kami dapat melintas dengan nyaman dan aman. Kami tidak perlu lagi was-was dengan “mata-hitam” lubang janji kalian.

Nur Hikmah, siswa SMU Muhammadiyah Sumenep, dan magarsari Desa Karanganyar, Kalianget-Sumenep. 
catatan: ilustrasi diambil dari: simomot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inilah Ciri Khas Kami: Baca Puisi

Oleh Nahdliya, mahasiswa PBSI 2015 asal Pantura Jawa Helmi Yahya? Begitulah penuturannya saat aku pertama kali mengenalnya. Pertama kali kami berjumpa dan bertatap muka, tepatnya saat aku melewati masa-masa ospek di lingkup Prodi PBSI. Aku sempat heran dan meragukan nama aslinya. Apakah benar seperti itu atau hanya sebagai dalih agar dia tenar di kalangan maba. Oh hanya Tuhan yang tahu mengenai namanya. Dia memperkenalkan diri pada kami sebagai wakil ketua HMP saat itu. Aku sempat berpikir keras, mencoba memahami jabatan yang dipegangnya. Bukan meragukan, tapi lebih ke arah tidak percaya. Setahuku dia konyol, lucu, gokil dan entah apa lagi. Segalayang berbau komedi melekat pada dirinya. Itu yang membuat aku tidak percaya dengan jabatan wakil ketua HMP yang dipegangnya. Di awal pertemuan dengan suasana lingkungan perguruan tinggi, aku lebih memilih acuh tak acuh tentang kak Helmi. Entah dia mau menjadi apaatau menjabat apa. Beberapa hari mengikuti ospek, aku mulai mengerti sisi

Es Lilin Cabbi

Oleh  Kuswanto Ferdian, King Favorit UTM 2016 dan Mahasiswa PBSI 2014 asal Pamekasan Perkenalkan namaku Kuswanto Ferdian. Kalian bisa memanggilku Wawan. Kawan-kawan  di desa memanggilku “Phebeng”. Entahlah apa maksud dari panggilan itu. Aku menerima panggilan itu begitu saja. Aku berasal dari Pulau Garam Madura. Waktu aku masih kanak-kanak , aku sering bermain dengan kawan-kawan d esaku, D esa K olpajung, Pamekasan, Madura. Desaku populer dengan julukan “Kampung Hijau”. Julukan itu diberikan karena desaku sering menjuarai lomba “Adipura Kabupaten” yang diadakan setahun sekali. Selain banyak pohon yang rindang serta daunnya yang hijau, di sepanjang jalan desaku banyak bangunan dengan cat warna hijau. Baik bangunan Sekolah, toko, maupun rumah warga. Alasan itulah yang menjadikan desaku mandapat julukan “Kampung Hijau”. Desaku memiliki beberapa permainan tradisional. Permainan yang paling aku sukai waktu kanak-kanak, permainan “ E s Lilin Cabbi ” . P ermainan ini hampir sam

Pak Anu

O leh Dwi Ajeng Kartini Selama kuliah dua semester -dari semester satu sampai semester dua- baru kali ini aku bertemu dan diajar oleh dosen unik. Dikatakan unik karena cara mengajarnya santai dan mudah dipahami. Cara menyampaikan materi sangatlah berbeda dengan dosen lain yang cenderung membuat tegang. Hehe. Beliau adalah Bapak Salamet Wahedi. Sebelum ‘mengenal’nya, kami sudah mengetahuinya. Beliau adalah dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Desas-desisnya, beliau termasuk dosen killer , tentu aku langsung kaget. Aku takut ketika mendengar, beliau dosen yang killer . Aku takut, beliau di kelas sangat kaku, membosankan, dan tentu -saja bicara dosen killer - pelit nilai. Jujur saja, saat petama melihatnya memang benar terlihat seperti dosen killer. Aku sempat bingung karena pertama masuk, beliau duduk hanya diam. Aku sampai berpikir, sebenarnya dosen ini sedang marah atau memang gayanya seperti ini? Dengan tatapan mata yang sinis dan tidak mau menatap mahasiswa,