Langsung ke konten utama

Biarkan Rakyat Tetap Berdaulat

Oleh Deny Yusmia

Anggota Dewan Yang Terhormat, dalam surat ini saya ingin menyampaikan uneg-uneg saya tentang pilkada. Saya hendak menegaskan bahwa pilkada langsung dapat mendorong rakyat bergerak secara sukarela. Dalam semangat untuk perubahan bangsa ke arah yang lebih baik, rakyat berpolitik bukan dengan transaksi. Bukan berhitung untung-rugi. Rakyat bergerak semata-mata untuk kepentingan bersama. Rakyat memilih pemimpin yang diyakini dapat mendengarkan suara rakyat yang haus akan kesejahteraan.

Tidak ada satupun orang yang bisa melaksanakan politik seorang diri. Politik mesti dikerjakan secara gotong royong. Politik mesti dicapai secara musyawarah. Politik mesti dialirkan melalui organisasi dan kelompok masyarakat. Karena itu rakyat membutuhkan kedaulatan dalam menentukan pemimpinnya.

Anggota Dewan Yang terhormat, saya ingin juga hendak ‘menagih’ janji Bapak/Ibu yang dilontarkan pada waktu kampanye. Saya berharap Bapak/Ibu dapat membuktikannya. Saya berharap Bapak/Ibu yang ter pilih dapat membawa perubahan yang lebih baik untuk kota Sumenep ini. Saya harap Bapak/Ibu memperhatikan rakyat kecil. Rakyat kecil menginginkan harga sembako maupun BBM tidak dinaikkan lagi. Karena kenaikan harga kebutuhan pokok tersebut tidak sebanding dengan pendapatan yang diperoleh rakyat kecil.

Saya juga berharap, di tangan Bapak/Ibu bangsa ini dapat berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian dengan kebudayaan. Dan saya –tentunya masyarakat Sumenep- membutuhkan politisi yang jujur, bersih, bertanggung jawab, dan anti korupsi. Saya tidak ingin Bapak/Ibu yang terpilih menjadi tikus-tikus berdasi. Saya minta kepada Bapak/Ibu DPRD yang terpilih untuk menomor satukan rakyat. Bukan menomor satukan dirinya sendiri.

Demikian keluh-kesah saya sebagai rakyat kecil. Saya berharap Bapak/Ibu DPRD Sumenep dapat memenuhi keinginan rakyat untuk mengenyam keadilan sosial. Semoga…

Deny Yusmia, magarsari Desa Karang Anyar, Kalianget-Sumenep.
catatan: gambar ilustrasi diambil dari: wahyukokkang.wordpress.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inilah Ciri Khas Kami: Baca Puisi

Oleh Nahdliya, mahasiswa PBSI 2015 asal Pantura Jawa Helmi Yahya? Begitulah penuturannya saat aku pertama kali mengenalnya. Pertama kali kami berjumpa dan bertatap muka, tepatnya saat aku melewati masa-masa ospek di lingkup Prodi PBSI. Aku sempat heran dan meragukan nama aslinya. Apakah benar seperti itu atau hanya sebagai dalih agar dia tenar di kalangan maba. Oh hanya Tuhan yang tahu mengenai namanya. Dia memperkenalkan diri pada kami sebagai wakil ketua HMP saat itu. Aku sempat berpikir keras, mencoba memahami jabatan yang dipegangnya. Bukan meragukan, tapi lebih ke arah tidak percaya. Setahuku dia konyol, lucu, gokil dan entah apa lagi. Segalayang berbau komedi melekat pada dirinya. Itu yang membuat aku tidak percaya dengan jabatan wakil ketua HMP yang dipegangnya. Di awal pertemuan dengan suasana lingkungan perguruan tinggi, aku lebih memilih acuh tak acuh tentang kak Helmi. Entah dia mau menjadi apaatau menjabat apa. Beberapa hari mengikuti ospek, aku mulai mengerti sisi

Es Lilin Cabbi

Oleh  Kuswanto Ferdian, King Favorit UTM 2016 dan Mahasiswa PBSI 2014 asal Pamekasan Perkenalkan namaku Kuswanto Ferdian. Kalian bisa memanggilku Wawan. Kawan-kawan  di desa memanggilku “Phebeng”. Entahlah apa maksud dari panggilan itu. Aku menerima panggilan itu begitu saja. Aku berasal dari Pulau Garam Madura. Waktu aku masih kanak-kanak , aku sering bermain dengan kawan-kawan d esaku, D esa K olpajung, Pamekasan, Madura. Desaku populer dengan julukan “Kampung Hijau”. Julukan itu diberikan karena desaku sering menjuarai lomba “Adipura Kabupaten” yang diadakan setahun sekali. Selain banyak pohon yang rindang serta daunnya yang hijau, di sepanjang jalan desaku banyak bangunan dengan cat warna hijau. Baik bangunan Sekolah, toko, maupun rumah warga. Alasan itulah yang menjadikan desaku mandapat julukan “Kampung Hijau”. Desaku memiliki beberapa permainan tradisional. Permainan yang paling aku sukai waktu kanak-kanak, permainan “ E s Lilin Cabbi ” . P ermainan ini hampir sam

Pak Anu

O leh Dwi Ajeng Kartini Selama kuliah dua semester -dari semester satu sampai semester dua- baru kali ini aku bertemu dan diajar oleh dosen unik. Dikatakan unik karena cara mengajarnya santai dan mudah dipahami. Cara menyampaikan materi sangatlah berbeda dengan dosen lain yang cenderung membuat tegang. Hehe. Beliau adalah Bapak Salamet Wahedi. Sebelum ‘mengenal’nya, kami sudah mengetahuinya. Beliau adalah dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Desas-desisnya, beliau termasuk dosen killer , tentu aku langsung kaget. Aku takut ketika mendengar, beliau dosen yang killer . Aku takut, beliau di kelas sangat kaku, membosankan, dan tentu -saja bicara dosen killer - pelit nilai. Jujur saja, saat petama melihatnya memang benar terlihat seperti dosen killer. Aku sempat bingung karena pertama masuk, beliau duduk hanya diam. Aku sampai berpikir, sebenarnya dosen ini sedang marah atau memang gayanya seperti ini? Dengan tatapan mata yang sinis dan tidak mau menatap mahasiswa,