Langsung ke konten utama

Terlambat Sekolah

Oleh Mega Agustini

Kaummudapergerakan. Rabu, 06 Agustus 2014 hari ketiga masuk sekolah. Namun saya sudah mendapatkan masalah lagi. Saya terlambat untuk ke dua kalinya. Peraturan di sekolah saya terlambat dua kali akan dipulangkan dan harus memanggil orang tuanya ke sekolah.

Pada awalnya saya mencoba tenang, namun setelah didata semua siswa yang terlambat saya dipanggil untuk menghadap Pak Misrawi karena sudah terlambat dua kali. Saya menghadap Pak Misrawi tidak sendiri. Tapi bersama teman saya Dewi. Kebetulan dia juga terlambat dua kali. Dan di sinilah puncak ketegangan mulai saya rasakan. Saya takut untuk dipulangkan karena saya merasa kecewa kalau harus memanggil orang tua kesekolah.

Mungkin Pak Misrawi sedikit tersentuh hatinya kepada kami. Hingga beliau menyuruh kami ke Pak Zainollah. Kamipun menghadap pada beliau. Namun beliau tetap menyuruh kami untuk pulang. Rasa cemas saya semakin memuncak. Saya terdiam begitu lama. Hampir setengah jam kami berdiam tanpa ekspresi bahagia. Namun saya yakin bahwa Allah pasti akan menolong kami. Allah maha pemurah dan penyayang.

Setelah beberapa menit kami berdiam, Pak Narji yang pada saat itu berada di lapangan bersama kami siswa yang terlambat akhirnya memberikan toleransi kepada saya dan dewi dengan catatan saya tidak boleh terlambat lagi. Beliau berkata ‘’Saya akan memberikan toleransi padamu dengan catatan tidak boleh terlambat lagi. Jika terlambat maka tidak ada alasan apapun untuk kamu tidak pulang.’’ Saya dan Dewi pun menganggukkan kepala. Rasa cemas itupun seketika menghilang. Saya sangat bersyukur karena Allah masih menolong saya.

Akhirnya kami semua diperintah untuk masuk kelas. Saya bersama Yuni, teman kelasku menuju ke kelas. Sesampainya di dalam kelas ternyata Pak Marsuki guru ekonomi telah memulai pelajaran. Untungnya Pak Marsuki juga mengizinkan kami untuk mengikuti pelajarannya.

Mega Agustini siswa kelas XI SMAN 1 Kalianget-Sumenep

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inilah Ciri Khas Kami: Baca Puisi

Oleh Nahdliya, mahasiswa PBSI 2015 asal Pantura Jawa Helmi Yahya? Begitulah penuturannya saat aku pertama kali mengenalnya. Pertama kali kami berjumpa dan bertatap muka, tepatnya saat aku melewati masa-masa ospek di lingkup Prodi PBSI. Aku sempat heran dan meragukan nama aslinya. Apakah benar seperti itu atau hanya sebagai dalih agar dia tenar di kalangan maba. Oh hanya Tuhan yang tahu mengenai namanya. Dia memperkenalkan diri pada kami sebagai wakil ketua HMP saat itu. Aku sempat berpikir keras, mencoba memahami jabatan yang dipegangnya. Bukan meragukan, tapi lebih ke arah tidak percaya. Setahuku dia konyol, lucu, gokil dan entah apa lagi. Segalayang berbau komedi melekat pada dirinya. Itu yang membuat aku tidak percaya dengan jabatan wakil ketua HMP yang dipegangnya. Di awal pertemuan dengan suasana lingkungan perguruan tinggi, aku lebih memilih acuh tak acuh tentang kak Helmi. Entah dia mau menjadi apaatau menjabat apa. Beberapa hari mengikuti ospek, aku mulai mengerti sisi

Es Lilin Cabbi

Oleh  Kuswanto Ferdian, King Favorit UTM 2016 dan Mahasiswa PBSI 2014 asal Pamekasan Perkenalkan namaku Kuswanto Ferdian. Kalian bisa memanggilku Wawan. Kawan-kawan  di desa memanggilku “Phebeng”. Entahlah apa maksud dari panggilan itu. Aku menerima panggilan itu begitu saja. Aku berasal dari Pulau Garam Madura. Waktu aku masih kanak-kanak , aku sering bermain dengan kawan-kawan d esaku, D esa K olpajung, Pamekasan, Madura. Desaku populer dengan julukan “Kampung Hijau”. Julukan itu diberikan karena desaku sering menjuarai lomba “Adipura Kabupaten” yang diadakan setahun sekali. Selain banyak pohon yang rindang serta daunnya yang hijau, di sepanjang jalan desaku banyak bangunan dengan cat warna hijau. Baik bangunan Sekolah, toko, maupun rumah warga. Alasan itulah yang menjadikan desaku mandapat julukan “Kampung Hijau”. Desaku memiliki beberapa permainan tradisional. Permainan yang paling aku sukai waktu kanak-kanak, permainan “ E s Lilin Cabbi ” . P ermainan ini hampir sam

Pak Anu

O leh Dwi Ajeng Kartini Selama kuliah dua semester -dari semester satu sampai semester dua- baru kali ini aku bertemu dan diajar oleh dosen unik. Dikatakan unik karena cara mengajarnya santai dan mudah dipahami. Cara menyampaikan materi sangatlah berbeda dengan dosen lain yang cenderung membuat tegang. Hehe. Beliau adalah Bapak Salamet Wahedi. Sebelum ‘mengenal’nya, kami sudah mengetahuinya. Beliau adalah dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Desas-desisnya, beliau termasuk dosen killer , tentu aku langsung kaget. Aku takut ketika mendengar, beliau dosen yang killer . Aku takut, beliau di kelas sangat kaku, membosankan, dan tentu -saja bicara dosen killer - pelit nilai. Jujur saja, saat petama melihatnya memang benar terlihat seperti dosen killer. Aku sempat bingung karena pertama masuk, beliau duduk hanya diam. Aku sampai berpikir, sebenarnya dosen ini sedang marah atau memang gayanya seperti ini? Dengan tatapan mata yang sinis dan tidak mau menatap mahasiswa,