Oleh Ki Ageng Linglung
Kaummudapergerakan-Sumenep. Mulanya relawan ini hanya
kumpulan anak-anak muda yang saya temui di gardu tepi jalan Desa Karang Anyar.
Mulanya mereka hanya berempat: Mohamad Anwar, Jufri, Peco dan Musdar. Dari
mereka relawan ini berkembang, bertambah: Mega, Hikmah, Deny, Devi, Mely, Durahman,
dan lainnya. Mereka biasa saya temui setelah shalat ashar atau sehabis shalat
isya’. Mereka adalah bagian generasi terdidik dari Desa Karang Anyar yang mulai
paham dan cemas tentang kemajuan.
“Ayo
Genk, kau pilih Jokowi atau Prabowo?” Jufri melontarkan pertanyaan dengan
tertawa.
Waktu
itu, senja hampir mengganti siang dengan malam. Saya pun tak banyak pilihan
kata untuk menjelaskan pilihan saya. “Anak-anak muda selalu punya mimpi untuk
masa depan yang lebih baik. Bukan bernostalgia dengan masa lalu,” saya
melontarkan kata-kata itu dengan nada gurau.
Sore
itu mereka hanya nyengir mengunyah kata-kata itu. Saya pun paham. Pertanyaan
mereka bukan kalimat ‘serius’. Kalimat yang diucapkan dengan sepenuh hati. Saya
pun tak perlu berharap banyak, bahwa mereka akan mengerti tentang “masa depan
yang lebih baik dan nostalgia di masa lalu.”
Pada
sore yang lain, Anwar bertanya tentang lagu Jokowi. “Punya lagu the Kill DJ,
Genk?” saya pun mem-blutooth lagu yang
lagi ngetren itu. “Anu Genk,
bagaimana kalau kita deklrasi relawan untuk Jokowi?”
Saya
tidak langsung menanggap pertanyaan itu. Sejenak saya lihat riak mata Anwar,
mencari-cari alasan yang tepat untuk meng-iyakan atau menidakkan. “Begini saja,
War. Kau datang ke acara deklrasi Seknas Jokowi Surabaya tanggal 21 Mei ini.
Biar kau tahu dulu bagaimana visi-misi relawan dan cara deklrasinya.” Anwar
menanggapi tawarinku dengan kembang bibir yang ringan. “Insya Allah.”
Insya
Allah-nya Anwar ternyata bermakna kesungguhan. Tanggal 21 Mei, Anwar hadir pada
acara deklarasi Seknas Jokowi Surabaya. Anwar datang dengan seorang temannya,
Yongky. Keduanya tampak bersemangat mengikuti rangkaian acara deklrasi seknas
Jokowi Surabaya. Selesai deklrasi, Anwar terlihat berbincang serius dengan
Diana Sasa. Keduanya berbagi informasi tentang kelebihan dan kekurangan visi-misi
kedua pasangan capres-cawapres.
“Kapan
teman-teman Sumenep akan deklarasi?” Diana Sasa memastikan. Anwar hanya
tersenyum, “Nanti saya bicarakan dengan teman-teman. Kalau tidak pakai nama
seknas, tidak apa-apa kan Mbak?”
Anwar menawarkan nama untuk relawannya dengan idiom lokal: Tarètan Ngoḍâ
(saudara muda) Jokowi. Diana Sasa mengiyakan, “Yang penting segera deklarasi.
Biar dapat bergerak bersama-sama.”
Tepat
pada tanggal 1 Juni 2014, relawan Tarètan Ngoḍâ Jokowi dideklrasikan. Deklarasi
relawan Tarètan Ngoḍâ Jokowi ini berlangsung secara sederhana. Setalah
pembukaan, sambutan, dan pernyataan deklarasi, para relawan yang terdiri atas
pemuda, mahasiswa, dan siswa berdiskusi tentang kenapa dan bagaimana mendukung
Jokowi. Deklarasi ini berlangsung di rumah bekas Balai Desa Karang Anyar.
Meski
deklarasinya sederhana dan singkat, perjuangan anak-anak muda Tarètan Ngoḍâ
Jokowi ini gigih dan unik. Mereka dengan swadaya membuat gardu relawan Jokowi
di tepi jalan Desa Karang Anyar. Di gardu relawan ini, saban pagi dan sore
mereka memperdengarkan lagu-lagu tentang Jokowi dan membagikan selebaran yang
berisi visi-misi Jokowi.
Selain
di gardu relawan, mereka juga mengetuk setiap pintu masyarakat untuk
memperkenalkan program Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar
(KIP). Mereka yakin, kedua kartu ini menjadi senjata sakti untuk meyakinkan
masyarakat Desa Karang Anyar dan Pinggir Papas untuk memilih Jokowi.
Anwar,
ketua relawan ini punya pengalaman unik ketika memperkenalkan kartu KIS dan KIP
ini. Ketika mendatangi sebuah pintu, Anwar disambut dengan senyum sumringah.
Sambutan ini tambah hangat ketika Anwar menjelaskan secara panjang-lebar
tentang KIS dan KIP. Si tuan rumah pun bergairah untuk menanyakan secara detail
tentang fungsi KIS dan KIP. Terutama dibandingkan dengan program pemerintah
yang ada. Ketika penjelasan dirasa cukup ,
Anwar pun mohon diri. Dengan raut datar, si tuan rumah bertanya: tidak ada cairannya? “Wah, kalau cairan relawan
tidak punya. Kami mendukung Jokowi bukan karena cairannya,” Anwar sedikit
tersengat, lalu ngakak. Si tuan rumah
pun tertawa sambil menyodorkan kembali kartu KIP dan KIS. “Kalau kartu di sini
banyak, War. Bawa saja. Berikan ke yang lain.”
Relawan
Tarètan Ngoḍâ Jokowi ini juga menyewa rumah bekas balai desa yang dipakai
deklarasi untuk “base-camp”. Di base-camp inilah, mereka berkumpul dan
melakukan aktivitas memperkenalkan Jokowi. Di base-camp yang terletak di Dusun Palebunan ini, mereka mengumpulkan
ibu-ibu untuk memperkenalkan visi-misi Jokowi. Di base-camp ini, mereka mengajak anak-anak muda untuk “nonton” bareng
dan diskusi tentang visi-misi Jokowi (seusai pilpres, base-camp ini dirintis menjadi perpustakaan desa dengan nama “Romah
Sangkol”).
Mendekati
hari–H pencoblosan, relawan muda ini sedikit panik. Pasalnya beberapa ketua RT
di Desa Karang Anyar dikumpulkan oleh salah satu tim sukses nomor satu. Mereka
panik, takut Jokowi akan kalah di desa mereka. Mereka pun berembuk, langkah apa
yang akan mereka ambil untuk tetap menyolidkan orang-orang yang telah
menyatakan ‘iya’ pada mereka. Mereka takut, kalau ketua RT yang dikondisikan
ini akan menekan masyarakat untuk memilih nomor satu. Mereka pun bersepakat
untuk menyebarkan 9 program nyata Jokowi via sms.
Kerja
keras relawan Tarètan Ngoḍâ Jokowi ini terbayar lunas. Di dua desa tempat
mereka menggalang dukungan, Jokowi unggul di 14 TPS dari 19 yang ada. 10 TPS di
Pinggir Papas dan 4 TPS di Karang Anyar. Rasa “panik” yang sempat mereka
rasakan semakin sirna ketika tim kampanye nasional Jokowi-JK, Zuhairi Misrawi,
berkunjung ke Romah Sangkol. Zuhairi berkunjung dalam rangka serap aspirasi
dengan petani garam Desa Karang Anyar dan Pinggir Papas.
Komentar
Posting Komentar