Langsung ke konten utama

Kami Butuh Pemimpin yang Mendengar

Oleh Deny Yusmia

Kaummudapergerekan-Karang Anyar. Suatu hari, penasihat komunitas Jurnalis Muda untuk Perubahan (JMP), Mohamad Anwar mendatangi kediaman Kepala Desa Karang Anyar, dengan tujuan untuk mengundangnya dalam acara peresmian perpustakaan “Romah Sangkol”. Setelah penasihat kami menjelaskan maksud kedatangannya, ternyata beliau tidak dapat hadir karena kepentingan lain, yaitu berkunjung ke Pasuruan. Entah untuk kepentingan apa kunjungannya ke Pasuruan?

Kami pun memutuskan untuk menunda acara peresmian perpustakaan “Romah Sangkol” pada Minggu, 22 Juni 2014, dengan harapan Kepala Desa kami dapat hadir dalam acara tersebut. Beliau belum memberi kepastian akan hadir. Akan tetapi beliau berkata, jika beliau tidak bisa hadir, beliau akan mewakilkannya pada sekretarisnya.

Hari  Minggu (22 Juni 2014) yang ditunggu tiba. Acaranya akan dimulai pukul 08.00 WIB. Namun kepala desa kami ataupun sekretarisnya tak menunjukkan batang hidungnya sama sekali pada kami. Lama kami menunggu beliau, tapi tak kunjung tiba. Kami pun memulai acara peresmian perpustakaan “Romah Sangkol” yang dihadiri sekitar 7 anggota JMP dan 20 undangan dari komunitas lainnya. Peresmian perpustakaan Romah Sangkol kami mulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, sambutan dari ketua panitia, sambutan dari ketua Mata Desa, kemudian dilanjutkan dengan baca puisi, baca cuplikan buku, dan ditutup dengan kata-kata kesan teman-teman tentang pentingnya buku dan perpustakaan bagi kemajuan desa. Di penghujung acara, di bawah tatapan teman-teman dari organisasi lain, kami pun memendam rasa kecewa karena kepala desa kami tidak hadir.

Kira-kira ke mana kepala desa kami? Kami hanya butuh dukungannya. Bukankah acara ini akan membawa dampak positif bagi pemuda desa kami? Namun mengapa beliau tidak hadir? Meski beliau tidak bisa hadir, beliau sudah bilang akan menugaskan sekretarisnya untuk hadirnya. Tapi sekretarisnya pun tidak hadir.

Kami hanya butuh kepala desa yang bisa mendengar dan bertindak sesuai dengan harapan masyarakat. Bukankah beliau sudah berjanji di waktu pilkades dulu, beliau akan berusaha menyejahterakan masyarakat Karang Anyar? Tapi kenapa beliau tidak hadir dalam acara yang akan memberikan manfaat pada generasi muda Karang Anyar.

Perlu kami beritahukan, perpustakaan “Romah Sangkol” merupakan agenda dari Mata Desa. Selain membentuk perpustakaan “Romah Sangkol”, Mata Desa juga memiliki agenda kegiatan Jurnalis Muda untuk Perubahan (JMP) dan Gerakan Ekonomi Mandiri (GEM). Salah satu aktivitas GEM yaitu dengan mengajak teman-teman untuk membuka usaha budi daya jahe merah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inilah Ciri Khas Kami: Baca Puisi

Oleh Nahdliya, mahasiswa PBSI 2015 asal Pantura Jawa Helmi Yahya? Begitulah penuturannya saat aku pertama kali mengenalnya. Pertama kali kami berjumpa dan bertatap muka, tepatnya saat aku melewati masa-masa ospek di lingkup Prodi PBSI. Aku sempat heran dan meragukan nama aslinya. Apakah benar seperti itu atau hanya sebagai dalih agar dia tenar di kalangan maba. Oh hanya Tuhan yang tahu mengenai namanya. Dia memperkenalkan diri pada kami sebagai wakil ketua HMP saat itu. Aku sempat berpikir keras, mencoba memahami jabatan yang dipegangnya. Bukan meragukan, tapi lebih ke arah tidak percaya. Setahuku dia konyol, lucu, gokil dan entah apa lagi. Segalayang berbau komedi melekat pada dirinya. Itu yang membuat aku tidak percaya dengan jabatan wakil ketua HMP yang dipegangnya. Di awal pertemuan dengan suasana lingkungan perguruan tinggi, aku lebih memilih acuh tak acuh tentang kak Helmi. Entah dia mau menjadi apaatau menjabat apa. Beberapa hari mengikuti ospek, aku mulai mengerti sisi

Es Lilin Cabbi

Oleh  Kuswanto Ferdian, King Favorit UTM 2016 dan Mahasiswa PBSI 2014 asal Pamekasan Perkenalkan namaku Kuswanto Ferdian. Kalian bisa memanggilku Wawan. Kawan-kawan  di desa memanggilku “Phebeng”. Entahlah apa maksud dari panggilan itu. Aku menerima panggilan itu begitu saja. Aku berasal dari Pulau Garam Madura. Waktu aku masih kanak-kanak , aku sering bermain dengan kawan-kawan d esaku, D esa K olpajung, Pamekasan, Madura. Desaku populer dengan julukan “Kampung Hijau”. Julukan itu diberikan karena desaku sering menjuarai lomba “Adipura Kabupaten” yang diadakan setahun sekali. Selain banyak pohon yang rindang serta daunnya yang hijau, di sepanjang jalan desaku banyak bangunan dengan cat warna hijau. Baik bangunan Sekolah, toko, maupun rumah warga. Alasan itulah yang menjadikan desaku mandapat julukan “Kampung Hijau”. Desaku memiliki beberapa permainan tradisional. Permainan yang paling aku sukai waktu kanak-kanak, permainan “ E s Lilin Cabbi ” . P ermainan ini hampir sam

Pak Anu

O leh Dwi Ajeng Kartini Selama kuliah dua semester -dari semester satu sampai semester dua- baru kali ini aku bertemu dan diajar oleh dosen unik. Dikatakan unik karena cara mengajarnya santai dan mudah dipahami. Cara menyampaikan materi sangatlah berbeda dengan dosen lain yang cenderung membuat tegang. Hehe. Beliau adalah Bapak Salamet Wahedi. Sebelum ‘mengenal’nya, kami sudah mengetahuinya. Beliau adalah dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Desas-desisnya, beliau termasuk dosen killer , tentu aku langsung kaget. Aku takut ketika mendengar, beliau dosen yang killer . Aku takut, beliau di kelas sangat kaku, membosankan, dan tentu -saja bicara dosen killer - pelit nilai. Jujur saja, saat petama melihatnya memang benar terlihat seperti dosen killer. Aku sempat bingung karena pertama masuk, beliau duduk hanya diam. Aku sampai berpikir, sebenarnya dosen ini sedang marah atau memang gayanya seperti ini? Dengan tatapan mata yang sinis dan tidak mau menatap mahasiswa,