Langsung ke konten utama

Ayahku Penerang Jalan Hidupku

Oleh Deny Yusmia*

Karang Anyar-catatanperubahan. Nama ayah saya Jamal. Di dalam keluarga maupun masyarakat dipanggil Jamal. Beliau lahir pada 3 juni 1964 di Madura, tepatnya di Sumenep. Bagi saya beliau sosok yang humoris, ramah, dan dapat menghargai orang lain. Beliau menyukai semua makanan kecuali kepiting, karena beliau alergi terhadap kepiting. Dia sangat menyukai burung love bird dan burung jalak. Kegiatan sehari-harinya adalah bekerja dan terus bekerja.

Sejak kecil beliau terbiasa hidup mandiri dengan keluarga yang tingkat perekonomiannya serba kekurangan. Kedua orang tua beliau hanya buruh garam. Dengan penghasilan yang sedikit, kedua orang tua beliau harus membiayai keempat anaknya. Maka tidak ada satupun anaknya yang melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi, termasuk ayahku.

Beliau bercia-cita menjadi TNI AD. Namun, karena keterbatasan ekonomi terpaksa beliau hanya dapat bersekolah sampai kelas 3 SD. Sejak berhenti dari sekolah beliau bekerja membantu orang tuanya, yaitu mengais sisa garam di P.T. Garam.  Pada tanggal 17 Februari 1986, beliau menikah dengan Sumiyati (ibu saya). Pada tanggal 26 desember 1988 beliau mempunyai anak, yaitu Kartini.

Pada tahun 1991 beliau bekerja ke Pamekasan dengan tujuan ingin merubah nasib. Di kota Pamekasan beliau tidak mengais garam seperti di desa asalnya. Beliau bekerja mengelola lahan milik orang lain dan hasilnya dibagi 2 dengan orang yang memiliki lahan tersebut. Dengan pekerjaan tersebut beliau dapat menyekolahkan anaknya. Pada tanggal 10 november 1996 beliau mempunyai anak yang kedua yaitu saya.

Pada tahun 2002 beliau pulang ke desa asalnya karena dapat pekerjaan yang sedemikian rupa. Pada musim kemarau beliau bekerja mengelola lahan garam, sedangkan pada musim hujan beliau memanfaatkan lahan garam menjadi tambak ikan bandeng dan lain-lain.

Dengan hasil selama bertahun-tahun beliau dapat mengkontrak lahan garam yang hasilnya bersih milik beliau. Dengan pekerjaan itu beliau dapat membiayai anaknya yang pertama sampai sarjana dan membiayai anaknya yang kedua yaitu saya sampai sekolah menengah atas. Saya bersyukur mempunyai ayah yang prinsipnya pantang menyerah dalam menjalani hidup.

*Siswa SMAN 2 Sumenep dan magarsari Desa Karang Anyar

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inilah Ciri Khas Kami: Baca Puisi

Oleh Nahdliya, mahasiswa PBSI 2015 asal Pantura Jawa Helmi Yahya? Begitulah penuturannya saat aku pertama kali mengenalnya. Pertama kali kami berjumpa dan bertatap muka, tepatnya saat aku melewati masa-masa ospek di lingkup Prodi PBSI. Aku sempat heran dan meragukan nama aslinya. Apakah benar seperti itu atau hanya sebagai dalih agar dia tenar di kalangan maba. Oh hanya Tuhan yang tahu mengenai namanya. Dia memperkenalkan diri pada kami sebagai wakil ketua HMP saat itu. Aku sempat berpikir keras, mencoba memahami jabatan yang dipegangnya. Bukan meragukan, tapi lebih ke arah tidak percaya. Setahuku dia konyol, lucu, gokil dan entah apa lagi. Segalayang berbau komedi melekat pada dirinya. Itu yang membuat aku tidak percaya dengan jabatan wakil ketua HMP yang dipegangnya. Di awal pertemuan dengan suasana lingkungan perguruan tinggi, aku lebih memilih acuh tak acuh tentang kak Helmi. Entah dia mau menjadi apaatau menjabat apa. Beberapa hari mengikuti ospek, aku mulai mengerti sisi

Es Lilin Cabbi

Oleh  Kuswanto Ferdian, King Favorit UTM 2016 dan Mahasiswa PBSI 2014 asal Pamekasan Perkenalkan namaku Kuswanto Ferdian. Kalian bisa memanggilku Wawan. Kawan-kawan  di desa memanggilku “Phebeng”. Entahlah apa maksud dari panggilan itu. Aku menerima panggilan itu begitu saja. Aku berasal dari Pulau Garam Madura. Waktu aku masih kanak-kanak , aku sering bermain dengan kawan-kawan d esaku, D esa K olpajung, Pamekasan, Madura. Desaku populer dengan julukan “Kampung Hijau”. Julukan itu diberikan karena desaku sering menjuarai lomba “Adipura Kabupaten” yang diadakan setahun sekali. Selain banyak pohon yang rindang serta daunnya yang hijau, di sepanjang jalan desaku banyak bangunan dengan cat warna hijau. Baik bangunan Sekolah, toko, maupun rumah warga. Alasan itulah yang menjadikan desaku mandapat julukan “Kampung Hijau”. Desaku memiliki beberapa permainan tradisional. Permainan yang paling aku sukai waktu kanak-kanak, permainan “ E s Lilin Cabbi ” . P ermainan ini hampir sam

Pak Anu

O leh Dwi Ajeng Kartini Selama kuliah dua semester -dari semester satu sampai semester dua- baru kali ini aku bertemu dan diajar oleh dosen unik. Dikatakan unik karena cara mengajarnya santai dan mudah dipahami. Cara menyampaikan materi sangatlah berbeda dengan dosen lain yang cenderung membuat tegang. Hehe. Beliau adalah Bapak Salamet Wahedi. Sebelum ‘mengenal’nya, kami sudah mengetahuinya. Beliau adalah dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Desas-desisnya, beliau termasuk dosen killer , tentu aku langsung kaget. Aku takut ketika mendengar, beliau dosen yang killer . Aku takut, beliau di kelas sangat kaku, membosankan, dan tentu -saja bicara dosen killer - pelit nilai. Jujur saja, saat petama melihatnya memang benar terlihat seperti dosen killer. Aku sempat bingung karena pertama masuk, beliau duduk hanya diam. Aku sampai berpikir, sebenarnya dosen ini sedang marah atau memang gayanya seperti ini? Dengan tatapan mata yang sinis dan tidak mau menatap mahasiswa,